Ahli Hukum Tegaskan Putusan MK Final dan Mengikat, Ada Dampak ke Pilkada jika Tidak DIlaksanakan
Hukum | 21 Agustus 2024, 16:56 WIBKOMPAS.TV – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan mengikat, serta memiliki kekuatan eksekutorial setelah hakim mahkamah membacakan putusan.
Penjelasan itu disampaikan oleh ahli hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Oce Madril kepada Kompas.com, Rabu (21/8/2024).
Menurutnya, tidak ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan untuk mengubah atau membatalkan putusan MK.
"Maknanya tidak ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan untuk mengubah putusan MK, termasuk oleh DPR," kata dia.
Ia menegaskan, putusan MK bersifat erga omnes atau bermakna mengikat untuk semua pihak tanpa terkecuali.
Baca Juga: Ketum Golkar Bahlil di Depan Kader Singgung Raja Jawa yang Bisa Bikin Celaka
Oleh sebab itu, semua pihak termasuk dalam hal ini DPR, KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), partai politik, maupun masyarakat luas harus mematuhi isi putusan MK.
"Apabila ada pihak-pihak yang tidak mematuhi putusan MK, maka tindakan tersebut termasuk perbuatan melawan hukum," lanjut Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi dan Pemerintahan (Pushan) ini.
Bahkan, lanjut dia, jika putusan MK terkait persyaratan dalam pemilihan kepala daerah tersebut tidak ditaati akan ada dampak serius.
Salah satu dampak tersebut adalah pilkada serentak yang akan dilaksanakan rawan melanggar hukum.
Hasilnya dapat dibatalkan oleh MK, mengingat lembaga tinggi negara ini memiliki kewenangan dalam memutus perkara hasil pemilihan umum.
"Hasil pilkada tersebut dapat dibatalkan oleh MK. Sebab, di ujung tahap pilkada, MK berwenang mengadili hasil pilkada," tegasnya.
Pakar hukum tata negara dan dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Jakarta, Bivitri Susanti menyatakan hal senada.
"Tidak bisa dibatalkan," tegasnya, saat dihubungi Kompas.com, Rabu.
Menurutnya, undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tidak dapat mengubah putusan MK.
Bahkan, Bivitri berpendapat tindakan pemerintah dan DPR hari ini yang mendadak merevisi UU Pilkada melalui rapat Baleg serupa dengan pembangkangan terhadap konstitusi.
"Kalau ini dilakukan, ada pembangkangan konstitusi menurut saya. Ini semua sudah dagelan lah, menurut saya, pembangkangan konstitusi yang luar biasa," paparnya.
Baca Juga: DPR Kebut Pembahasan Revisi UU Pilkada, Anggota Baleg: Kami Tak Mungkin Anulir Putusan MK
Diketahui, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Baleg DPR RI) tengah merevisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) pada hari ini, Rabu (21/8/2024).
Pembahasan revisi itu bergulir usai Mahkamah Konstitusi (MK) memutus judicial review atas UU Pilkada yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora, Selasa (20/8/2024).
Dalam putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut, MK mengubah ambang batas (threshold) pengusungan calon kepala daerah di pilkada, yakni disetarakan dengan besaran persentase persyaratan calon perseorangan, yaitu berbasis jumlah penduduk.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas.com