122 Tahun Bung Hatta: Rakyat Hanya Dijadikan Tikar, Disuruh Tepuk Tangan
Humaniora | 12 Agustus 2024, 06:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pada 12 Agustus 1902, Mohammda Hatta lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat. Hatta adalah proklamator Indonesia yang pemikiran dan kenegarawananya tidak pernah diragukan sampai sekarang.
Selain sebagai wakil presiden dan tokoh politik, Hatta juga seorang pemikir yang tulisan-tulisannya sudah tersebar sejak ia masih kuliah di negeri Belanda.
Berbagai karyanya mengenai filsafat, ekonomi, dan politik banyak dibaca sampai sekarang.
Nyaris tidak ditemukan lagi sekarang, pemimpin dan sekaligus pemikir yang tulisan-tulisannya terus dibaca.
Salah satunya adalah tulisan-tulisannya tentang ekonomi dan politik, yang kala itu sudah menjadi bahan perdebatan apalagi kalau membawa-bawa nama "rakyat".
Dalam buku "Kumpulan Karangan" (Penerbit Bulan Bintang), Bung Hatta menuliskan bahwa kata "rakyat" sering lekat di bibir para pemimpin, utamanya partai politik.
Baca Juga: Dua Wakil Presiden Paling Ikonik dalam Sejarah Republik: Bung Hatta dan Sri Sultan HB IX
"Akan tetapi dalam praktik tidak kelihatan. Rakyat itu disangka seperti tikar tempat kaki sapu saja; disangka sebagai jenis yang hanya perlu buat disuruh bertepuk tangan, kalau mendengar seorang pemimpin yang pintar berpidato," tulisnya dalam karangan yang dibuat tahun 1931.
Pada bagian lain, Bung Hatta juga menuliskan tentang pentingnya memperbaiki ekonomi rakyat agar ekonomi negara bisa tegak.
"Bagaimana memperbaiki ekonomi rakyat kalau rakyat tinggal bodoh, mau saja diabui matanya, takut karena gertak majikan asing, tak tahu mempergunakan tenaga ekonominya?"
Karena itu, jika ekonomi rakyat ingin maju dan kedaulatan ada di tangan rakyat, Bung Hatta menilai perlunya perusahaan milik bersama yang menghidupi rakyat.
"Bahwa perekonomian yang berdasar kedaulatan rakyat, yang rakyat mempunyai kekuasaan menetapkan keperluannya, mestilah tidak boleh tidak bersandar kepada milik bersama terhadap perusahaan-perusahaan besar yang menguasai penghidupan orang banyak," ujarnya.
Baca Juga: Kritik Bung Hatta bagi Pemimpin yang Selalu Mengatasnamakan Rayat: Rakyat Hanya Disuruh Tepuk Tangan
Saat ia masih berusia muda dan sebelum Indonesia merdeka, gagasan tentang negara dan kedaulatan rakyat sudah menjadi perhatian Hatta. Dia menggambarkan rakyat yang berdaulat.
Tidak heran, bila pikiran-pikirannya mengenai ekonomi dan koperasi, membuatnya diberi gelar gelar sebagai "Bapak Koperasi Indonesia".
Pada 23 Oktober 1986, Hatta diberi gelar Pahlawan Proklamator bersama Soekarno melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 81/TK/1986.
Hatta meninggal pada 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV