> >

122 Tahun Bung Hatta: Rakyat Hanya Dijadikan Tikar, Disuruh Tepuk Tangan

Humaniora | 12 Agustus 2024, 06:00 WIB
Bung Hatta (berdiri) ketika menjelaskan pendapatnya tentang saat-saat menjelang Proklamasi Kemerdekaan di rumah bekas penculiknya, Singgih (baju batik hitam). Tampak dari kiri kekanan: GPH Djatikusumo, D. Matullesy SH, Singgih, Mayjen (Purn) Sungkono, Bung Hatta, dan bekas tamtama PETA Hamdhani, yang membantu Singgih dalam penculikan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok. (Sumber: Kompas/JB Suratno)

Karena itu, jika ekonomi rakyat ingin maju dan kedaulatan ada di tangan rakyat, Bung Hatta menilai perlunya perusahaan milik bersama yang menghidupi rakyat.

"Bahwa perekonomian yang berdasar kedaulatan rakyat, yang rakyat mempunyai kekuasaan menetapkan keperluannya, mestilah tidak boleh tidak bersandar kepada milik bersama terhadap perusahaan-perusahaan besar yang menguasai penghidupan orang banyak," ujarnya.

Baca Juga: Kritik Bung Hatta bagi Pemimpin yang Selalu Mengatasnamakan Rayat: Rakyat Hanya Disuruh Tepuk Tangan

Saat ia masih berusia muda dan sebelum Indonesia merdeka, gagasan tentang negara dan kedaulatan rakyat sudah menjadi perhatian Hatta. Dia menggambarkan rakyat yang berdaulat. 

Tidak heran, bila pikiran-pikirannya mengenai ekonomi dan koperasi, membuatnya diberi gelar gelar sebagai "Bapak Koperasi Indonesia".

Pada 23 Oktober 1986, Hatta diberi gelar Pahlawan Proklamator bersama Soekarno melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 81/TK/1986.

Hatta meninggal pada 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

 

Penulis : Iman Firdaus Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU