Cerita di Zaman Revolusi: Sidang Parlemen I, Dihadiri Para Anggota DPR Berbadan Kurus tapi Lantang
Humaniora | 4 Agustus 2024, 06:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Dua bulan setelah proklamasi dibacakan, untuk pertama kalinya para pemimpin bersidang pada 16-17 Oktober 1945. Mereka bersidang di gedung Balai Muslimin Indonesia, Jalan Kramat Raya 12 Jakarta.
Para pemimpin itu hadir dalam sidang perdana Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yaitu parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini. Berapa mereka yang hadir? Konon tidak tercatat dengan pasti.
H. Soebagijo I.N dalam buku "Pengalaman Masa Revolusi" (Pustaka Jaya, 1982) menuliskan tidak terdapat surat keputusan pengangkatan atau pengumuman resmi dalam Berita Republik Indonesia.
Menurut wakil presiden kala itu, Mohammad Hatta dalam bukunya Sekitar Proklamasi, jumlah anggota KNIP adalah 60 orang. Tapi surat kabar Asia Raya menyebutkan pada tanggal 25 Agustus 1945 diketahui jumlah KNIP waktu pelantikan di Gedung Komidi Pasar Baru ada 103 orang. Tapi kantor berita Antara menyebutkan bahwa sidang perdana KNIP pada 16 Oktober dihadiri sekitar 300 orang.
Baca Juga: Kisah Palestina Akui Kemerdekaan Indonesia Setahun Sebelum Proklamasi 1945, Ada Dua Sosok Penting
Namun yang menarik adalah, dari semua anggota parlemen, rata-rata berbadan kurus. "Yang menyolok, sebagian besar para anggota itu badannya kurus-kurus dan kecil-kecil," kata Soebagijo yang juga pernah menjadi wartawan Antara. Maklum saja, kala itu Indonesia baru merdeka dan sisa-sisa penjajahan Jepang yang menyengsarakan masih terasa.
Hal itu terlihat dari pakaian yang mereka kenakan. Tidak ada yang berbaju mewah. "Selama pendudukan Jepang mereka tidak mampu membeli pakaian baru".
Ada yang memakai jas, namun jas model lama dari masa penjajahan Belanda. Ada pula yang memakai celana pendek dengan kaos kaki panjang, ada yang berkemeja dan berdasi ada yang tanpa dasi. Dan tentu saja banyak yang memakai peci.
Meski badan mereka kurus-kurus dengan pakaian ala kadarnya, namun semangat mereka sangat menggelora. Soebagijo mencatat mereka bersuara lantang, mengguntur kala berbicara hingga mempengaruhi pendengar lainnya.
Bahkan hari pertama sidang dipimpin oleh Mr. Kasman Singodimejdo, bekas Daidancho Jakarta yang pada masa Jepang dikenal singa mimbar. "Pidatonya sering menyindir-nyindir Jepang," kata Soebagijo. Kasman juga pernah menjabat sebagai Jaksa Agung.
Mereka datang ke gedung parlemen tidak ada yang bermobil. Hanya Presiden dan Wakil Presiden yang menggunakan mobil, namun tidak diketahui di mana parkirnya. Sebab bila diparkir di halaman gedung, sudah pasti bakal jadi masalah sebab serdadu NICA yang membonceng Inggris/sekutu akan memancing keonaran.
Baca Juga: KBRI Antananarivo Laksanakan Upacara Detik-detik Proklamasi di Madagaskar
Pada sidang hari kedua, 17 Oktober yang dipimpin Wakil Ketua III Mr. Latuharhary, sidang berjalan panas. Sebab mereka ingin mengganti Pimpinan KNIP Sukarni yang dinilai terlalu lemah tidak dapat mengikuti gejolak massa.
"Ia menuntut supaya rakyat yang revolusioner dipimpin oleh tenaga yang revolusioner pula," begitu tuntutan para anggota parlemen. Hal itu karena melihat situasi negara yang masih berada dalam ancaman penjajah, Inggris dan Belanda masih melakukan teror.
Rupanya mosi itu diterima. Sukarni meletakkan jabatannya diganti oleh Sutan Sjahrir. Namun Sjahrir tidak hadir di sidang bahkan namanya pun belum banyak dikenal. Karena orang yang diusulkan tidak ada, maka disarankan dijemput di rumahnya. Maka diutuslah Ny. Sri Mangunsarkoro, Sarmidi Mangunsarkoro dan Subadio Sastrosatomo untuk menjembut Sjahrir.
Tak lama Sjahrir, yang berperawakan pendek dan kurus datang di ruang sidang sambil senyum-senyum. Sebagian anggota sidang yang belum pernah melihat wajahnya bertepuk tangan. Tapi sebagian lain hanya melihat saja tanpa ekspresi.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV