> >

Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar Divonis 5 Tahun Penjara dalam Kasus Kedua Pengadaan Pesawat

Hukum | 31 Juli 2024, 17:19 WIB
Eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia (GA) (Persero) Tbk, Emirsyah Satar dalam sidang putusan perkara pengadaan pesawat Bombardier CRJ (Canadair Regional Jet)-1000 dan ATR 72-600 untuk Maskapai Garuda Indonesia di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/7/2024). (Sumber: KOMPAS.com / IRFAN KAMIL)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (GA) (Persero) Tbk, Emirsyah Satar, divonis 5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2024).

Menurut Majelis Hakim, Emirsyah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan pesawat Bombardier CRJ (Canadair Regional Jet)-1000 dan ATR 72-600 untuk Maskapai Garuda Indonesia.

Emirsyah dinilai melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Emirsyah Satar oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta dikutip dari Kompas.com.

Hukuman ini lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, yang sebelumnya menuntut Emirsyah Satar dengan hukuman penjara delapan tahun.

Selain hukuman penjara, Emirsyah Satar juga dikenai denda sebesar Rp 500 juta dengan subsider tiga bulan penjara. 

Tak hanya itu, mantan Dirut Garuda ini juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar 86.367.019 dolar Amerika Serikat (USD).

“Dengan ketentuan apabila terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun,” ucap hakim Rianto.

Baca Juga: Emirsyah Satar Dituntut 8 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda

Kasus ini adalah perkara kedua yang menjerat Emirsyah. Sebelumnya, ia terjerat kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus Garuda Indonesia.

Emirsyah menyebut, perkara dugaan korupsi pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 di maskapai Garuda Indonesia yang ditangani Kejagung sama dengan perkara yang pernah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Pada sidang saya yang terdahulu tahun 2020 di KPK, dakwaan yang diberikan kepada saya adalah sama dengan dakwaan yang diberikan saat ini, yaitu mengenai pengadaan Bombardier CRJ1000 dan ATR 72-600,” terang Emirsyah Satar dalam sidang nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 17 Juli 2024.

Emirsyah mengakui pernah menerima uang dari pengusaha pendiri PT Mugi Rekso Abadi yang juga beneficial owner Connaught International Pte Ltd, Soetikno Soedarjo.

Namun, penerimaan uang terkait pengadaan pesawat di maskapai pelat merah yang dipimpinnya itu telah diadili oleh KPK.

"Saat itu, saya mengakui dan menyesal atas kekhilafan saya karena telah menerima pemberian dari Soetikno Soedarjo, yang merupakan teman lama saya,” kata dia 

“Saya mengakui saya hanya manusia biasa yang tidak lepas dari kekhilafan dan saya siap untuk mempertanggung jawabkan perbuatan saya,” ucapnya.

Emirsyah mengeklaim, perkara yang tengah bergulir di Pengadilan Tipikor sama persis dengan perkara terdahulu dan membantah telah melakukan intervensi atas pengadaan pesawat di maskapai Garuda Indonesia.

Baca Juga: Dari KPK ke Kejagung: Pakar Hukum Pidana Nilai Kasus Emirsyah Satar Ne Bis in Idem

“Saya tidak pernah mengintervensi pengadaan di PT Garuda Indonesia dan ini jelas dinyatakan oleh para saksi dalam sidang di sidang KPK dan juga disidang saat ini oleh Kejaksaan Agung,” tuturnya.

Berdasarkan surat dakwaan, dugaan penyelewengan yang dilakukan oleh Emirsyah Satar terjadi sejak tahap perencanaan hingga operasional pesawat Udara Sub-100 Seaters pada CRJ-1000 dan Turbo Propeller ATR 72-600 Garuda Indonesia (Persero) Tbk dari tahun 2011 hingga 2021.

Sebagai informasi, kasus ini pernah diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap yang diterima oleh Emirsyah Satar dalam pengadaan pesawat Airbus A.330 series, Airbus A.320, ATR 72-600, dan Canadian Regional Jet (CRJ) 1000 NG, serta pembelian dan perawatan mesin Rolls-Royce Trent 700.

Dalam kasus suap terkait pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus Garuda Indonesia, Emirsyah divonis delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada 8 Mei 2020.

Selain itu, Emirsyah juga dijatuhi pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti senilai 2.117.315,27 dolar Singapura, subsider dua tahun kurungan.

Mantan Direktur Utama Garuda Indonesia tersebut terbukti menerima uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yaitu Rp 5.859.794.797, 884.200 dolar Amerika Serikat, 1.020.975 euro, dan 1.189.208 dolar Singapura.

Uang tersebut diterimanya melalui Soetikno Soedarjo, pengusaha pendiri PT Mugi Rekso Abadi yang juga beneficial owner Connaught International Pte Ltd. 

Dana itu digunakan untuk memuluskan sejumlah pengadaan yang sedang dikerjakan oleh PT Garuda Indonesia, termasuk Total Care Program mesin Rolls-Royce Trent 700, pengadaan pesawat Airbus A330-300/200, pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, serta Bombardier CRJ1000 dan ATR 72-600. 

Baca Juga: Korupsi Proyek Tol MBZ, Djoko Dwijono Divonis 3 Tahun Penjara dan Denda Rp250 Juta

 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas.com


TERBARU