> >

Kuasa Hukum Korban Beber Kejanggalan Vonis Bebas Ronald Tannur, Soroti Penundaan Sidang Putusan

Hukum | 25 Juli 2024, 23:05 WIB
Gregorius Ronald Tannur (kanan) usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, Rabu (24/7/2024). Kuasa hukum keluarga korban DSA, Dimas Yemahura, mengungkapkan kejanggalan-kejanggalan di balik sidang vonis bebas Ronald. (Sumber: ANTARA FOTO/Didik Suhartono)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Dimas Yemahura, kuasa hukum keluarga DSA, korban dugaan penganiayaan hingga tewas, menilai terdapat kejanggalan-kejanggalan di balik vonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur.

Salah satu kejanggalan tersebut yakni majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya sempat menunda sidang vonis Ronald. 

Sebagai informasi, sejatinya sidang vonis digelar pada Senin (22/7/2024), namun karena hakim belum siap dengan putusannya, ditunda hingga Rabu (24/7).

"Kita bicara pada waktu putusan saja, jadi putusan ini seharusnya dijadwalkan pada 22 Juli 2024 hari Senin, namun anehnya di hari itu, hakim ternyata belum siap dengan putusannya, padahal sudah ada waktu 14 hari dalam menyusun putusan sebelum tanggal 22 (Juli) itu," kata Dimas dalam Kompas Petang yang ditayangkan Kompas TV, Kamis (25/7).

Kejanggalan lainnya, menurut Dimas, yakni sejumlah barang bukti yang selama ini diungkapkan dalam persidangan, diabaikan hakim dalam membuat putusan.

"Anehnya bukti-bukti yang ada di persidangan tidak masuk dalam pertimbangan hakim," ujarnya.

Ia kemudian menyoroti salah satu pertimbangan hakim yang menyatakan korban meninggal karena minum alkohol dan sakit lambung.

Baca Juga: Kuasa Hukum Keluarga Korban Bakal Laporkan Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur ke MA, KY, dan KPK

"Padahal hasil autopsi, kadar alkohol dalam tubuh korban normal dan tidak di atas rata-rata. Dan dia (korban) meninggal karena adanya pendarahan di bagian perut dan dada karena adanya patahnya tulang rusuk akibat kekerasan itu," jelas Dimas.

Ia pun menilai hakim Pengadilan Negeri Surabaya tak melihat kasus terdakwa Ronald Tannur secara holistik atau menyeluruh.

"Benar seperti yang dikatakan jaksa, hakim ini tidak melihat kasus ini secara holistik, komprehensif dan jelas. Anehnya lagi, saat hakim tidak melihat fakta-fakta itu, dia justru membuat asumsi atau pendapatnya sendiri dalam memutus suatu perkara," tegasnya.

"Inilah yang saya katakan hakim Pengadilan Negeri Surabaya sudah kehilangan akal berpikir, dan nurani berpikirnya terhadap putusan perkara yang dibuat."

Diberitakan Kompas.tv sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya membebaskan Gregorius Ronald Tannur (31) dari dakwaan pembunuhan dan penganiayaan hingga menewaskan korban DSA, pada Rabu (24/7).

Ronald dinyatakan tidak terbukti berbuat seperti dituduhkan yakni memenuhi pelanggaran Pasal 338 juncto Pasal 351 ayat (3), Pasal 359, dan Pasal 351 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana 12 tahun penjara.

“Sidang telah mempertimbangan dengan saksama dan tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa terdakwa bersalah,” kata Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik dalam putusan di ruang sidang, Rabu. 

Baca Juga: Ronald Tannur Divonis Bebas, Keluarga Korban: Kami Kecewa dengan Vonis Hakim

 

Penulis : Isnaya Helmi Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU