> >

Anggota Komisi I DPR: Yang Dilarang dalam RUU Penyiaran Itu Siaran Gosip Eksklusif

Politik | 15 Mei 2024, 08:48 WIB
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Sukamta. (Sumber: DOK. Oji/Man (dpr.go.id))

JAKARTA, KOMPAS TV - Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menjelaskan terkait larangan konten jurnalistik investigasi yang tertera dalam draf terbaru Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. 

Menurutnya, yang diatur dalam beleid tersebut bukan merupakan jurnalisme investigasi yang terkait dengan pendalaman terhadap suatu kriminal tertentu, misalnya membongkar bisnis makanan yang tidak sehat, judi online, atau sindikat narkotika.

“Tapi yang dimaksud (pelarangan konten siaran) itu adalah penggunaan frekuensi publik untuk penyiaran gosip dengan hak eksklusif. Misalnya, ada artis nikah terus disiarkan berhari-hari secara eksklusif menggunakan frekuensi publik. Itu yang diatur,” kata Sukamta kepada wartawan di Jakarta, Selasa (14/5/2024).

Baca Juga: Dewan Pers Tolak Draf RUU Penyiaran dan Sebut Upaya Pembungkaman Sudah 5 Kali Dilakukan

Politikus PKS itu menyebut pihaknya akan memprotes bila sebuah produk jurnalisme investigatif malah dilarang. 

“Tapi kalau yang dimaksud adalah larangan terhadap jurnalisme untuk melakukan investigasi, saya kira itu tidak pas, dan kalau itu terjadi ya nanti kami akan menentang itu ya,” katanya.

Ia juga menerangkan terkait perselisihan terhadap suatu pemberitaan yang dilayangkan salah satu pihak. 

Menurutnya, selama ini kalau ada perselisihan antara media penyiaran dengan seseorang atau satu pihak, mekanisme penyelesaiannya dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, melalui hak jawab. Kedua, jika masih diperkaran, dapat dilanjutkan ke pengadilan.

Oleh sebab itu, menurutnya, kalau proses penyelesaian perselisihan ini hanya dilakukan dengan dua hal tersebut, seringkali yang terjadi selama ini adalah kerasnya benturan dua pihak. Sehingga, ia menginginkan adanya mekanisme mediasi di antara hak jawab dan pengadilan. 

“Nah siapa yang diberi kewenangan mediasi? karena ini babnya adalah soal penyiaran, kita berpikir KPI yang paling pas untuk diberikan kewenangan sebagai mediator di situ,” ujarnya.

Ia menyatakan, kewenangan Dewan Pers tidak akan terganggu karena fungsi dari KPI hanya terkait dengan penyiaran. 

Baca Juga: Awasi Kualitas, KPI Monitoring Lembaga Penyiaran ke 10 Kabupaten-Kota

“Mungkin nanti kalau penyiaran ini sebagai bagian dari media, saya kira perlu diskusi Dewan Pers dengan Komisi I ya supaya ada solusi untuk kasus di penyiaran. Apakah misalnya perlu Lex Spesialis ya. Nah mudah-mudahan lebih jelas,” katanya.

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU