> >

Ahli dari Tim AMIN: KPU Harusnya Perlakukan Gibran Secara Berbeda dengan Peraturan yang Beda

Rumah pemilu | 1 April 2024, 10:39 WIB
Saksi ahli Bambang Eka Cahya dalam sidang lanjutan perkara perselisihan hasi pemilihan umum (PKPU) di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (1/4/2024). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Ahli yang dihadirkan Tim Anies-Muhaimin (AMIN) di sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Mahkamah Konstitusi, Bambang Eka Cahya Widodo, sebut Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU) seharusnya memperlakukan cawapres Gibran Rakabuming Raka secara berbeda dan dengan peraturan yang berbeda.

Demikian Bambang Eka Cahya Widodo dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (1/4/2024).

“Sebetulnya cawapres Gibran harusnya diperlakukan secara berbeda dengan peraturan yang berbeda, tapi dalam kenyataannya KPU memperlakukannya sama dengan calon wakil presiden yang lainnya, diverifikasi dengan peraturan yang sama,” ucap Bambang.

“KPU melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan pemilu yang tidak menaati prosedur dan azas prinsip penyelenggaraan pemilu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan huruf D terutama di UU Pemilu.”

Baca Juga: Pakar TPPU: Harus Segera Dibuat Asset Recovery untuk Kasus Korupsi PT Timah

Bambang lebih lanjut juga mengkritisi tindakan KPU yang mengubah Peraturan KPU (PKPU) no 19 menjadi PKPU No 23 pada 23 November 2023 setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Seharusnya, KPU mengubah PKPU No 19 tersebut sebelum menerima pendaftaran pasangan calon,” ujar Bambang.

Tidak hanya itu, Bambang juga berpendapat putusan MK soal syarat menjadi capres cawapres tidak cukup menjadi landasan menerima Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2024.

“Meskipun Mahkamah Konstitusi telah membuat putusan No 90, KPU tetap harus mengubah Peraturan KPU No 19 Tahun 2023 terlebih dahulu untuk menyesuaikan syarat calon,” kata Bambang.

 

“Perubahan frasa dalam putusan mahkamah tidak bisa dipisahkan dari kedudukan Mahkamah sebagai negatif legislator, sehingga putusan Mahkamah harus dinilai setingkat dengan UU dan memerlukan Peraturan KPU untuk dioperasionalkan, terutama dalam bentuk Peraturan KPU.”

Baca Juga: Pakar TPPU soal Korupsi Timah Suami Sandra Dewi: Jumlah Tersangka Pasti Bertambah 2-3 Kali Lipat

Bambang menambahkan, hal tersebut sesuai dengan perintah UU Pemilu terutama Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 75 UU Pemilu.

“Lebih jauh lagi, KPU harus mengacu pada pasal 231 ayat (4) UU Pemilu yang memerintahkan ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administratif bakal pasangan calon diatur dalam peraturan KPU,” jelas Bambang.

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU