> >

Dalam Sidang PHPU di MK, Tim Ganjar-Mahfud Minta Izin Tidak Ikuti Sistematika yang Dibuat Mahkamah

Politik | 27 Maret 2024, 14:55 WIB
Todung Mulya Lubis saat menghadiri sidang gugatan perkara perselisihan hail pemilihan umum (PHPU) Presiden 2024 di Gedung MK, Rabu (27/3/2024). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Tim hukum pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 3 pada Pilpres 2024, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, meminta izin untuk tidak mengikuti sistematika yang dibuat Mahkamah Konstitusi (MK).

Permintaan izin itu disampaikan oleh kuasa hukum pasangan Ganjar-Mahfud, yakni Todung Mulya Lubis, dalam sidang perdana gugatan perselishian hasil pemilihan umum (PHPU) Presiden 2024 di Gedung MK, Rabu (27/3/2024) siang.

Di awal pernyataannya, Todung mendoakan agar majelis hakim konstitusi diberikan kesehatan dan kekuatan dalam memeriksa sengketa hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden 2024.

“Memeriksa dengan hati yang jernih dan berjalan dalam koridor konstitusi hukum dan moral yang menuntun kita semua,” kata dia.

Baca Juga: Tim Anies-Muhaimin: Suara Prabowo-Gibran Hasil Pelanggaran Luber Jurdil

“Izinkan kami tidak mengikuti sistematika yang dibuat oleh Mahkamah Konstitusi. Kami ingi memulai dengan membaca sebagian dari petitum yang akan kami sampaikan, kemudian diikuti dengan penjelasan mengapa kami melakukan hal ini,” lanjutnya.

Todung menjelaskan bahwa yang ia lakukan memang bukan sesuatu yang lazim, namun ia percaya bahwa majelis hakim perlu memahami urgensi gugatan yang diajukan oleh pihaknya.

“Ini memang tidak lazim, namun kami percaya bahwa majelis hakim yang mulia perlu memhami urgensi dari sengketa pilpres 2024 ini dalam perjalanan kehidupan kita berbangsa dan bernegara, terlebh dalam perjalanan reformai yang kita mulai sejak tahun 1999.”

Reformasi, kata salah satu advokat senior ini, adalah titik balik sejarah setelah 32 tahun berada dalam pemerintahan otoriter orde baru, di mana demokrasi hanya hiasan bibir,di mana pemilihan umum hanyalah performa.

“Di mana kecurangan pemilihan umum sudah menjadi norma, dan di mana hak berdemokrasi dipenggal oleh kebijakan otoritarian yang dikendalikan oleh pemerintahan militer.”

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU