> >

Pakar Hukum Sebut Nyaris Mustahil untuk Menang Gugatan Pilpres di MK, Ungkap 3 Alasannya

Rumah pemilu | 20 Maret 2024, 14:19 WIB
Pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar. (Sumber: ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar mengatakan, hampir mustahil ada kontestan yang mampu memenangkan gugatan sengketa pemilihan presiden atau Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Buktinya, kata pria yang akrab disapa Uceng itu, sejak 2004 pihak yang kalah dalam pilpres selalu kalah ketika mengajukan gugatan ke MK.

Menurut Uceng, ada tiga alasan yang membuat gugatan pilpres di MK sulit menang.

Pertama, terkait proses pembuktian yang sulit dilakukan karena batasan waktu.

Baca Juga: Ketua MK Belum Putuskan Posisi Arsul Sani dalam Menangani Perkara Perselisihan Hasil Pemilu

"Proses pembuktian rasanya kayak Bandung Bondowoso lah, mau bangun 1000 candi dalam 1 malam, nyaris mustahil pembuktian itu," kata Uceng dikutip dari Kompas.com.

Uceng menjelaskan, misalnya ketika ada kontestan yang menggugat ke MK karena merasa dicurangi sebanyak 9 juta suara di wilayah tertentu.

Dengan tuduhan itu, maka kontestan yang menggugat harus membuktikan dari kurang lebih 30.000 Tempat Pemungutan Suara (TPS).

"Pembuktian berapa hari? Kasus 2019 itu proses pembuktian hanya dikasih berapa hari dan hanya menghadirkan berapa saksi dan ahli, yang mau dibuktikan berapa puluh juta (suara)," ucapnya.

Kedua, lanjut Uceng, mengenai logika Hakim MK. Uceng menyebut logika hakim MK dinilai masih menitikberatkan kecurangan pilpres pada perhitungan angka.

Baca Juga: TPN Ganjar-Mahfud Bakal Ajukan Gugatan ke MK Sebelum 3 Hari Sejak KPU Umumkan Hasil Pilpres

Menurutnya, ketika kecurangan pilpres hanya dilihat dari perhitungan angka, kemungkinan besar gugatan terkait sengketa pemilu tidak akan banyak membuahkan hasil.

Ia memaparkan misalnya ketika salah satu kontestan mampu membuktikan kecurangan yang terjadi dengan sejumlah angka tertentu, tapi angka itu tidak mengubah hasil pemenangnya, maka tak akan ada perubahan apa pun.

"Yang ketiga, belakangan dihadirkan TSM (kecurangan Terstruktur, Sistematis dan Masif) bahwa Bawaslu memegang fungsi TSM, sering kali nanti perdebatannya, bahkan yakin kalau ada orang bawa ini ke MK, nanti pengacara 02 akan bilang "kan ada Bawaslu" ke sana dulu. Putusan 2019 gitu," tutur dia.

Namun demikian, Uceng menilai, gugatan pilpres kemungkinan bisa dimenangkan jika para Hakim MK bisa memiliki lompatan berpikir dengan melihat kecurangan pemilu tidak hanya dari sekadar angka dan hasil perolehan suara.

"Dibutuhkan hakim yang lompatan berpikirnya itu harus kuat. Dengan konfigurasi MK seperti sekarang, saya tidak terlalu yakin," kata Uceng.

Baca Juga: Ketua Umum Projo Sebut Rekonsiliasi Pascapilpres Penting: Untuk Jadi Negara Maju Perlu Persatuan

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas.com


TERBARU