> >

Ibu yang Bunuh Anak di Bekasi Tertawa Saat Diperiksa, Psikolog Forensik Singgung soal Malingering

Hukum | 9 Maret 2024, 12:36 WIB
Pakar psikologi forensi, Reza Indragiri, dalam dialog Sapa Indonesia Akhir Pekan, Sabtu (9/3/2024). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Wira Satya Triputra mengatakan bahwa SNF (26) tersangka pembunuhan anak di Bekasi tertawa saat menjalani pemeriksaan awal.

SNF membunuh anak kandungnya sendiri berinisial AAMS (5) di Perumahan Burgundy, Kelurahan Harapan Baru, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Kamis (7/3/2024).

“Kondisi yang bersangkutan masih stabil dan mohon maaf tadi saat diambil keterangan sedikit agak ketawa,” ungkap Wira, Kamis malam.

Baca Juga: Ibu yang Bunuh Anak di Bekasi Terindikasi Skizofrenia, Reza Indragiri: Motif Tidak Lagi Relevan

Terkait hal itu, ahli psikologi forensik, Reza Indragiri mengatakan ada dua kemungkinan mengapa SNF tertawa saat menjalani pemeriksaan polisi.

Kemungkinan pertama, tersangka memang benar memiliki kelainan jiwa tertentu. Belakangan terungkap bahwa SNF terindikasi mengalami skizofrenia.

Untuk kemungkinan kedua, Reza menegaskan bahwa ini bukan tentang orang yang punya kelainan jiwa, tetapi tentang orang yang melakukan tindak pidana yang diduga atau terindikasi memiliki kelainan jiwa.

“Orang yang melakukan tindak pidana, niscaya akan memainkan segala macam siasat agar bisa lolos dari jerat hukum, termasuk dengan mempraktikkan malingering alias pura-pura sakit,” ucap Reza dalam Sapa Indonesia Akhir Pekan Kompas TV, Sabtu (9/3/2024).

Ia meminta polisi untuk tidak tergesa-gesa mengumumkan indikasi kelainan jiwa tertentu kepada publik. Sebab, polisi harus mendeteksi apakah benar SNF memiliki gangguan jiwa atau tengah bersiasat.

“Misalnya, dengan memberikan serangkaian tes kepada tersangka, atau melakukan pemeriksaan riwayat medis, melakukan wawancara terhadap orang-orang yang hadir dalam kehidupan tersangka,” kata Reza.

“Sehingga itu semua menghasilkan data-data memadai untuk disimpulkan, apakah tersangka sungguh-sungguh kelainan jiwa tertentu yang mungkin bisa mendapatkan layanan Pasal 44 KUHP atau justru tersangka memainkan malingering,” katanya.

Jika tersangka benar mengalami kelainan jiwa tertentu, maka dia bisa dikenakan Pasal 44 KUHP yang berbunyi, “Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.”

Sebaliknya, jika tersangka melakukan praktik malingering, maka dapat dijerat dengan pasal berlapis karena dinilai mempersulit proses penyidikan.

“Dengan mengenakan pasal berlapis, diharapkan akan semakin sulit bagi yang bersangkutan untuk lolos dari jerat hukum,” ucapnya.

Reza berharap, kasus ini bergulir dengan baik hingga di persidangan, tidak dilakukan SP3 (Surat perintah Penghentian Penyidikan).

Jika pelaku benar memiliki gangguan jiwa, maka hakim akan memerintah pelaku untuk berobat. Jika sebaliknya, maka pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana.

Baca Juga: Ibu Bunuh Anak di Bekasi, Suami Sudah Curiga dengan Gelagat Aneh Pelaku Sejak 2 Bulan

Diberitakan Kompas.tv sebelumnya, SNF menghabisi nyawa anak kandungnya sendiri, AAMS (5), di Perumahan Burgundy, Kelurahan Harapan Baru, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Kamis (7/3/2024).

AAMS tewas usai mendapatkan 20 luka tusukan, termasuk di bagian dada yang berakibat fatal.

SNF ditetapkan sebagai tersangka dijerat dengan Pasal 76C Juncto Pasal 180 Ayat 3 dan Ayat 4 Undang-Undang RI No 35 Tahun 2014 atau Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU