KPK Akan Minta Klarifikasi Bahlil Lahadalia soal Minta Imbalan Miliaran buat Perpanjang Izin Tambang
Hukum | 4 Maret 2024, 23:45 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyatakan bakal mempelajari informasi mengenai adanya dugaan korupsi yang disebut dilakukan Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia di sektor perizinan tambang nikel.
Demikian hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menanggapi desakan dari anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto agar KPK memeriksa Bahlil.
Adapun Bahlil disebut diduga menyalahgunakan wewenangnya untuk mencabut dan mengaktifkan kembali sejumlah izin usaha pertambangan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) dengan permintaan uang senilai miliaran rupiah.
Baca Juga: Soal Surat Eks Pimpinan KPK ke Kaporli, Polri Tegaskan Kasus Pemerasan Firli Bahuri Masih Berlanjut
“KPK mencermati informasi yang disampaikan masyarakat,” kata Alexander Marwata dikutip dari Kompas.com pada Senin (4/3/2024).
Untuk menelusuri dugaan korupsi tersebut, Alex mengatakan bahwa pihaknya akan meminta klarifikasi dari sejumlah pihak yang disebut mengetahui atau diduga terlibat perizinan tambang nikel itu.
Tidak hanya itu, bekas Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu juga menyatakan bahwa pihaknya bakal berkoordinasi dengan kementerian yang dipimpin oleh Bahlil tersebut.
“KPK akan mempelajari informasi tersebut dan melakukan klarifikasi kepada para pihak yang dilaporkan mengetahui atau terlibat dalam proses perizinan tambang nikel,” tutur Alex.
Sementara dalam keterangan resminya, Mulyanto mengatakan bahwa Bahlil diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.
Baca Juga: Kapolri dan Kapolda Metro Jaya Digugat karena Tak Kunjung Tahan Eks Ketua KPK Firli Bahuri
Menurut Mulyanto, Bahlil mencabut dan menerbitkan kembali IUP dan HGU perkebunan kelapa sawit dengan imbalan miliaran rupiah maupun penyertaan saham di tiap-tiap perusahaan. Karena itu, Mulyanto lantas meminta KPK untuk memeriksa Bahlil.
“Harusnya tugas ini menjadi domain Kementerian ESDM karena UU dan kepres terkait usaha pertambangan ada di wilayah kerja Kementerian ESDM, bukan Kementerian Investasi,” ucap Mulyanto.
Mulyanto mengatakan, keberadaan satgas tersebut juga sarat kepentingan politik. Terlebih, satuan itu dibentuk menjelang pemilihan presiden 2024.
Mulyanto merasa curiga bahwa satgas itu dibentuk sebagai usaha untuk melegalisasi pencarian dana Pemilu 2024.
“Terlepas dari urusan politik, saya melihat keberadaan satgas ini akan merusak ekosistem pertambangan nasional. Pemerintah terkesan semena-mena dalam memberikan wewenang ke lembaga tertentu,” tutur Mulyanto.
Baca Juga: Ini Alasan Mabes Polri Belum Juga Menahan Bekas Ketua KPK Firli Bahuri
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas.com