MAKI Telah Laporkan Aliran Dana Tambang Ilegal untuk Kampanye Pemilu, IPW: KPK Harus Transparan
Peristiwa | 17 Januari 2024, 19:42 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk transparan dalam menangani laporan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, terkait aliran dana tambang nikel ilegal di Sulawesi Tenggara senilai Rp400 miliar untuk kampanye Pemilu.
"Saya mendorong KPK transparan dan akuntabel dalam memproses dumas (pengaduan masyarakat) oleh MAKI. Jangan sampai tidak ada kabarnya lagi setelah dilaporkan," kata Sugeng dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (16/1/2023).
Sugeng juga mendorong Boyamin Saiman untuk terus mengawal aliran dana tambang ilegal tersebut yang digunakan untuk kampanye Pilpres 2024. Boyamin harus memastikan laporannya pada Desember 2023 itu ditindaklanjuti KPK atau tidak.
Baca Juga: Boyamin Sebut Firli Bahuri Beban KPK: Saya Mohon Presiden Jokowi Berhentikan Tidak Hormat
"Proses dumas yang dilanjutkan dengan penyelidikan di KPK memang membutuhkan waktu. Bisa empat bulan, bahkan satu tahun masih dumas," kata Sugeng.
"Laporan ini kan baru Desember. Jadi menurut saya ini masih proses. Tetapi yang perlu saya tekankan kepada KPK adalah soal transparansi," tambahnya.
Menurut Sugeng, KPK harus menyampaikan kinerjanya dalam memproses dumas MAKI ini: apakah telah dinaikkan status dari dumas kepada penyelidikan dengan diterbitkannya surat perintah penyelidikan, atau masih dalam penelaahan dumas.
"Akan tetapi semuanya itu tergantung data yang disampaikan oleh pelapor, dalam hal ini MAKI. Apakah MAKI memberikan data yang kongkret, baik surat, kemudian bukti-bukti seperti aliran dana atau nama-nama pihak yang terlibat atau petunjuk-petunjuk. Kalau keterangan dari MAKI atau informasinya akurat, KPK akan menaikkan ke penyelidikan," tuturnya.
Penyelidikan di KPK, sambung Sugeng, sebetulnya sudah mirip dengan penyidikan di kepolisian. Artinya, ada bukti awal terjadinya dugaan korupsi.
"Oleh karena itu, saya mendorong rekan Boyamin Saiman untuk mengecek dumasnya dan menyampaikannya kepada publik hasil pengecekan kepada KPK. Apakah pengaduannya diproses atau tidak," saran Sugeng.
Sugeng kembali memastikan, bila laporan MAKI akurat, KPK pasti memprosesnya.
"Apabila informasi yang disampaikan masyarakat ini akurat didasarkan oleh alat bukti apalagi disertai analisis, kasusnya bisa seperti yang saya laporkan dalam kasus Wamenkumham. Wamenkumham saya laporkan dan menjadi perkara korupsi, dan kini jadi tersangka," ujarnya.
"Jadi tergantung, laporannya Boyamin ini berdasarkan bukti yang kuat atau tidak. Kalau buktinya kuat, tidak bisa dielakkan," tambahnya.
Menurut Sugeng, siapa pun yang terlibat dalam kasus aliran dana tersebut dan mampir kepada pasangan calon presiden itu pasti akan bisa diketahui oleh penyidik KPK.
Sebelumnya, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) telah melaporkan dugaan penggunaan dana pertambangan nikel ilegal di Sulawesi Tenggara untuk kampanye Pemilu 2024 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis 21 Desember 2023 lalu.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menuturkan, pemilik pertambangan ilegal itu merupakan tim sukses salah satu kandidat.
"Saya hari ini melaporkan dugaan penambangan ilegal yang diduga untuk dana kampanye, sebagiannya, karena pemilik utamanya menjadi salah satu tim kampanye," kata Boyamin di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Baca Juga: MAKI Minta Jokowi Berhentikan Firli dengan Tidak Hormat, Jika Tidak, Siap Gugat Presiden ke PTUN
Berdasarkan perhitungan MAKI, pertambangan ilegal itu menghasilkan uang sebesar Rp3,7 triliun, di mana Rp400 miliar di antaranya digunakan untuk kampanye.
Boyamin pun membeberkan, ada tiga modus aktivitas pertambangan ilegal yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Modus pertama adalah pertambangan itu tidak memiliki izin karena izin yang mereka gunakan adalah izin milik perusahaan yang sudah dinyatakan pailit.
"Jadi, ini izin 2011, 2014 pailit, tahun 2017 baru berdiri perusahaan ini. Masa kemudian seakan-akan dapat izin tahun 2011, itu yang modus pertama," kata Boyamin.
Modus kedua, perusahaan tersebut tidak mengantongi izin dari Kementerian Kehutanan dan tidak membayar iuran.
"Ketiga, ya biasa, dokumen terbang atau 'dokter'. Jadi dia seakan-akan diizinkan itu, kemudian dipakai untuk menjadikan legal tambang-tambang yang ilegal itu. Mencuri, lah, supaya bisa keluar pakai dokumen dia," ujar Boyamin.
Ia pun menduga ada praktik suap dan gratifikasi kepada oknum tertentu sehingga perusahaan itu bisa melakukan aktivitas tambang ilegal.
Boyamin berharap, KPK dapat menindaklanjuti laporan tersebut dan serius mengusut dugaan dana tambang ilegal yang digunakan untuk kegiatan kampanye.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV