> >

Pidato Pergantian Tahun 1984, Presiden Soeharto: Tahun 1985 Sulit dan Berat

Humaniora | 28 Desember 2023, 02:00 WIB
Presiden Soeharto saat dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia, 27 Maret 1968 (Sumber: KOMPAS/Pat Hendranto)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pergantian tahun 2023 ke 2024 hanya tinggal hitungan hari. Banyak peristiwa yang sudah dilalui dan banyak harapan disematkan pada tahun yang akan datang.

Pergantian tahun 1984 ke 1985 di era Presiden Soeharto juga merekam tantangan bangsa yang makin berat. Dokumentasi Kompas yang terbit 2 Januari 1985, menurunkan pidato Presiden Soeharto.        

Tahun 1984 merupakan tahun yang penuh dengan tugas-tugas berat sebagai satu tahapan dari rangkaian tahun-tahun pembangunan yang akan datang, terutama dalam memperkukuh sendi-sendi utama untuk memberi pijakan yang kuat dan arah yang tepat bagi usaha-usaha pembangunan selanjutnya.

Sedang tahun 1985 sekarang tetap akan merupakan tahun yang sulit dan berat. Namun sebagai bangsa pejuang, keadaan itu akan ditanggapi sebagai dorongan untuk makin giat mengerahkan segala kemauan dan kemampuan untuk memancangkan tonggak pembangunan baru di segala bidang.

Presiden Soeharto mengemukakan hal ini dalam pidato akhir tahun 1984 yang dipancarluaskan lewat Televisi RI Senin 31 Desember 1984 pukul 19.30 WIB. Pada saat yang hampir bersamaan, pidato itu juga disiarkan radio RI beserta radio non-Pemerintah.

Menurut Kepala Negara, tahun 1985 akan banyak masalah dan tantangan yang akan dihadapi, baik yang datang dari luar maupun dalam negeri.

Baca Juga: Sore Ini, Peringatan Seabad Kelahiran Presiden Soeharto digelar di TMII

Perkembangan ekonomi dan politik dunia yang tidak selalu menguntungkan akan terus terasa pengaruhnya. Karena itulah akan terus diusahakan agar lingkungan kawasan sekitar dapat memberi suasana yang sebaik-baiknya bagi kelanjutan pembangunan nasional.

Di dalam negeri, menurut Presiden Soeharto, akan terus dipelihara kewaspadaan dan kesiap-siagaan, memperluas partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan memelihara kesetiakawanan sosial. Karena unsur-unsur tersebut merupakan kekuatan-kekuatan pokok dalam pembangunan masyarakat.

“Yang juga tidak kalah penting adalah menggerakkan disiplin nasional di segala lapisan masyarakat dan aparatur pemerintahan,” tambah Presiden.

Kepala Negara berpendapat, tahun 1984 yang baru dilalui mempunyai arti khusus. Karena tahun itu merupakan tahun awal Repelita IV, suatu tahap pembangunan untuk mewujudkan kerangka landasan tinggal landas pada Repelita VI nanti.

Dalam kaitan itu, guna meletakkan kerangka landasan di bidang politik dan kemasyarakatan, tahun 1984 DPR bersama pemerintah menggarap lima RUU di bidang politik. Undang-undang itu akan memperkukuh landasan hukum yang diperlukan dalam membina persatuan dan kesatuan bangsa.

Melalui pidato sekitar 25 menit itu, Kepala Negara kembali meyakinkan bangsa Indonesia bahwa penegasan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi organisasi kekuatan sospol dan kemasyarakatan, bertujuan untuk menjamin pelaksanaan pembangunan nasional yang dilandasi persatuan dan kesatuan bangsa sekukuh-kukuhnya.

Dengan Pancasila sebagai satu-satunya asas, semua kekuatan sospol dan ormas dapat memusatkan perhatiannya pada penyusunan program dan kegiatan nyata dalam memikul tanggung jawab bersama melaksanakan pembangunan.

“Di lain pihak, penegasan itu pun menjadikan kita tidak lagi diganggu oleh gesekan atau konflik ideologi golongan yang merupakan pengalaman pahit di masa lampau,” tambahnya.

“Berlakunya Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi kemasyarakatan sama sekali tidak ditujukan untuk membatasi kegiatan organisasi tertentu dalam mengusahakan tujuan organisasi yang bersangkutan, termasuk tujuan organisasi dalam kehidupan beragama, sepanjang semuanya dilakukan dalam rangka mencapai tujuan nasional yang berlandaskan kepada Pancasila,” kata Presiden Soeharto.

Baca Juga: Faldo Pertanyakan Komentar Megawati Soal Orde Baru, Deddy: Waktu Soeharto Jatuh, Kamu Baru 10 Tahun

Dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila, serta menegaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi, dapat dihindari gejolak yang disebabkan sikap fanatisme sempit, saling curiga dan bentuk tindakan ekstrim yang merugikan kepentingan bersama.


 

Penulis : Iman Firdaus Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU