Paspampres Pembunuh Imam Masykur Minta Dihukum Ringan dan Tolak Dipecat: Hukuman Mati Langgar HAM
Hukum | 5 Desember 2023, 08:03 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Praka Riswandi Manik, anggota Pasukan Pengamanan Presiden atau Paspampres, yang jadi terdakwa pembunuhan terhadap Imam Masykur, meminta keringanan hukuman.
Diketahui, Praka Riswandi bersama Praka Heri Sandi dari Direktorat Topografi Angkatan Darat (Dittopad) dan Praka Jasmowir dari Kodam Iskandar Muda Aceh dituntut hukuman mati atas pembunuhan yang dilakukannya kepada Imam.
Penasihat hukum terdakwa Riswandi, Kapten Chk Budiyanto, mengatakan tuntutan pidana mati yang dibacakan oditur militer untuk terdakwa Praka Riswandi tidak adil.
Baca Juga: Oditur Militer Tuntut Tiga Prajurit TNI Terdakwa Pembunuhan Imam Masykur Hukuman Mati dan Dipecat
Sebab, kata Budiyanto, Praka Riswandi tidak melakukan pembunuhan berencana terhadap korban Imam Masykur. Selain itu, Riswandi juga bukanlah orang yang paling berperan atas meninggalnya korban.
"Terdakwa satu (Riswandi) ikut karena ajakan dan bujukan terdakwa dua (Heri), terdakwa tiga (Jasmowir), dan saksi sembilan (Zulhadi Satria Saputra),” kata Budiyanto dalam sidang pembacaan pleidoi di Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Senin (4/12/2023).
Menurut Budiyanto, mereka mengajak Praka Riswandi untuk mencari toko obat yang menjual obat-obatan terlarang yang dapat merusak generasi bangsa.
Selain itu, lanjut Budiyanto, kliennya Praka Riswandi masih mempunyai karier dan masa depan sebagai anggota TNI. Karena itu, ia meminta agar Praka Rsiwandi tetap berada dalam kedinasan militer alias tidak dipecat.
"Terdakwa satu (Riswandi) masih punya karier, masa depan dalam dinasnya, dan membina rumah tangganya yang layak, sehingga mohon keringanan hukum yang seringan-ringannya dan tetap mempertahankan kedinasan militer," ucap Budiyanto.
Baca Juga: 3 TNI Pembunuh Imam Masykur Ancam Ibu Korban Lewat Video, Minta Rp50 Juta atau Anaknya Dibunuh
Lebih lanjut, terkait hukuman mati yang dituntut oleh Oditur Militer terhadap kliennya, Budiyanto mengatakan hal itu melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Tuntutan pidana pokok pidana mati melanggar HAM, karena para terdakwa mempunyai hak hidup," ujar Budiyanto.
Terlebih, menurutnya, Praka Riswandi Manik melakukan penganiayaan yang menyebabkan kematian seseorang, bukan melakukan pembunuhan berencana.
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas.com