Ini Pertimbangan MK Tolak Gugatan soal Putusan Syarat Capres-Cawapres
Hukum | 29 November 2023, 21:25 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan perkara nomor 141/PUU-XXI/2023 terkait uji materi syarat usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Dalam pertimbangannya, MK menegaskan Putusan perkara 90/PUU-XXI/2023 bersifat final dan telah memiliki kekuatan hukum tetap sejak dibacakan.
"Terhadap putusannya tidak dapat dilakukan upaya hukum," kata hakim konstitusi Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan putusan, Rabu (29/11/2023).
"Hal tersebut dikarenakan, Mahkamah Konstitusi sebagai badan peradilan konstitusi di Indonesia tidak mengenal adanya sistem stelsel berjenjang yang mengandung esensi adanya peradilan secara bertingkat yang masing-masing mempunyai kewenangan untuk melakukan koreksi oleh badan peradilan di atasnya terhadap putusan badan peradilan pada tingkat yang lebih rendah sebagai bentuk 'upaya hukum'," sambungnya.
Ia menyebut, hal tersebut juga menegaskan, putusan MK berlaku dan mengikat serta harus dipatuhi oleh semua warga negara termasuk lembaga negara sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum tanpa adanya syarat apapun.
"Sebagai konsekuensi yuridisnya, jika ada subjek hukum atau pihak tertentu yang berpendapat terhadap putusan MK terdapat hal-hal yang masih dirasakan adanya persoalan konstitusionalitas norma terhadap isu konstitusionalitas yang telah diputuskan atau dikabulkan oleh MK, maka dapat mengajukan pengujian inkonstitusionalitas norma dimaksud kepada MK," tegasnya.
"Sepanjang tidak terhalang oleh ketentuan Pasal 60 UU MK maupun Pasal 78 PMK 2/2021, atau dapat meminta untuk dilakukan legislative review dengan cara mengusulkan perubahan kepada pembentuk undang-undang," imbuhnya.
Baca Juga: Tok! MK Tolak "Gugatan Ulang" soal Putusan Batas Usia Capres-Cawapres
Sementara itu, Hakim konstitusi Daniel Yusmic P Foekh mengungkapkan, putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tak cacat hukum.
Hal tersebut merujuk pertimbangan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam sidang pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi beberapa waktu lalu.
"Dari pertimbangan putusan MKMK telah membuktikan dan menegaskan bahwa MKMK tidak sedikitpun memberikan penilaian bahwa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah cacat hukum," kata Yusmic.
Tetapi, lanjut dia, justru menegaskan bahwa putusan dimaksud berlaku secara hukum dan memiliki sifat final dan mengikat.
Yusmic menuturkan, pelanggaran etik yang dilakukan Anwar Usman tidak lantas membuat perkara yang sudah diputuskan tidak sah.
"Penilaian sah atau tidak sahnya putusan yang disebabkan adanya pelanggaran kode etik tidak dapat diterapkan untuk menilai putusan dalam perkara pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi," ucapnya.
Sebagai informasi, Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 tersebut diajukan oleh pemohon Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Brahma Aryana.
Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 terkait pengujian materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang telah dimaknai Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia minimal capres-cawapres.
Dalam gugatannya, Brahma meminta Majelis Hakim MK untuk melengkapi frasa pada Pasal 169 huruf 1 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjadi “Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat Provinsi”.
Baca Juga: MK Tolak Gugatan Syarat Usia Calon Hakim Konstitusi 55 Tahun, Begini Pertimbangannya
Penulis : Isnaya Helmi Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV