> >

Pakar Hukum: Jokowi Rusak Netralitas Penyelenggara Negara soal Aturan Cuti Selama Kampanye

Rumah pemilu | 27 November 2023, 09:32 WIB
Presiden AS Joe Biden dan Presiden Indonesia Joko Widodo atau Jokowi bertemu di Gedung Putih hari Senin, (13/11/2023) waktu Washington, dimana Jokowi langsung menegaskan keharusan gencatan senjata di Gaza demi kemanusiaan, dan meminta Amerika Serikat berbuat lebih banyak untuk mencapai hal tersebut.  (Sumber: AP Photo)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Presiden Joko Widodo dinilai merusak netralitas penyelenggara negara dengan cara menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No 53 Tahun 2023 tentang aturan cuti menteri dan kepala daerah selama kampanye Pemilu 2024.

Hal tersebut disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti dalam dialog di Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Senin (27/11/2023).

“Ketentuan itu akan merusak netralitas dari penyelenggara negara,” ucap Bivitri.

Bivitri kemudian mengurai bagaimana peluang ketidaknetralan itu akan terjadi dari PP No 53 Tahun 2023 yang ditandatangani Presiden Jokowi sepekan sebelum waktu kampanye. Setidaknya, kata Bivitri, ketidaknetralan bisa terjadi dalam tiga hal.

Pertama agenda seorang pejabat yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masa kampanye, kemudian yang kedua fasilitas dari pejabat negara tersebut, dan ketiga kebijakan yang mungkin saja bisa dikeluarkan untuk kepentingan calon yang didukung oleh pejabat negara tersebut atau dirinya sendiri,” jelas Bivitri.

Baca Juga: Mahfud soal Capres Cawapres Saling Sindir: Tidak Dilarang, Asalkan Punya Data

“Nah ini yang sebenarnya sangat berbahaya dan biasanya terjadi. Ini bukan dugaan, bukan sembarangan spekulasi, tapi memang ini yang sudah kerap terjadi dalam masa masa-masa kampanye dalam pemilu di Indonesia maupun di negara lain.”

Maka itu, Bivitri melihat dalam konteks hukum tata negara merasa patut berprasangka buruk terhadap PP No 53 Tahun 2023. Sebab menurutnya, PP No 53 Tahun 2023 sangat mudah sekali disalahgunakan dalam masa kampanye 2024.

“Jadi memang kita harus melihatnya, kalau dalam konteks hukum tata negara itu selalu kalau dalam tanda kutip kita harus suudzon begitu ya, berprasangka buruk, karena kalau dalam penyelenggara negara kita berbicara soal kekuasaan yang bisa dengan mudah disalahgunakan,” tegas Bivitri.

“Jadi pagarnya harusnya justru sangat jelas, sangat terang bahwa tiga hal tadi, agenda pejabat, fasilitas pejabat, dan kebijakan pejabat itu tidak bisa digunakan untuk kepentingan calon-calon yang ia dukung atau dirinya sendiri.”

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU