> >

Bawaslu Ingatkan TNI untuk Netral di Pemilu 2024

Rumah pemilu | 16 November 2023, 20:41 WIB
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu RI, Puadi (Sumber: Bawaslu RI)

JAKARTA, KOMPAS TV - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Puadi mengingatkan  prajurit TNI untuk menjaga netralitas dalam Pemilu 2024 mendatang. 

Hal itu ia katakan dalam "Pelatihan Teknis Yudisial Tindak Pidana Pemilu Bagi Hakim Tingkat Pertama Peradilan Militer Seluruh Indonesia"  yang diselenggarakan Mahkamah Agung (MA) di Badan Litbang Diklat Kumdil MA, Rabu (15/11/2023). 

“Dalam penanganannya netralitas TNI ini akan dilanjutkan dan ditangani oleh Bapak/Ibu sekalian. Untuk itu, mari kita bersama menjaga Pemilu 2024 ini lebih berkualitas sesuai dengan ketentuan UU,” kata Puadi seperti dikutip dari laman bawaslu.go.id. 

Baca Juga: Bawaslu Kaji Dugaan Pelanggaran oleh Cawapres, Sebut Ada Ajakan Memilih

Dalam pelanggaran administrasi pemilu, menurutnya dari Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 meliputi pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu. 

Secara teknis ketentuan mengenai tata cara, prosedur, atau mekanisme administrasi pelaksanaan pemilu ini, lanjutnya, diatur di dalam UU Pemilu; Peraturan KPU (PKPU); dan keputusan-keputusan KPU.

“Jadi pelanggaran administrasi pemilu ini merupakan pelanggaran terhadap norma UU Pemilu, Peraturan KPU, dan/atau Keputusan KPU yang mengatur mengenai tata cara, prosedur, atau mekanisme pelaksanaan pemilu,” ujarnya. 

Puadi menjelaskan pelanggaran administrasi pemilu. Dia mengatakan, KPU memasukkan masyarakat yang belum memenuhi syarat sebagai pemilih ke dalam daftar pemilih tetap (DPT). 

“KPU menetapkan seseorang yang mantan terpidana korupsi yang belum menjalani masa jeda selama lima tahun setelah dinyatakan bebas dari hukuman penjara maupun denda dalam daftar calon tetap (DCT) untuk calon Anggota DPR, DPD, dan DPRD,” ujarnya.

Selain itu, kata Puadi, KPU melakukan verifikasi terhadap syarat pencalonan tidak sesuai prosedur. 

“Contoh lain seperti peserta pemilu atau pihak yang ditunjuk melakukan kampanye pertemuan terbatas atau rapat umum tanpa pemberitahuan kepada kepolisian atau pemasangan alat peraga kampanye (APK) di tempat yang dilarang,” katanya.

Terkait tindak pidana pemilu, Puadi menyebut sebenarnya dalam UU Pemilu tidak mengatur mengenai definisi dari tindak pidana pemilu. 

“Tetapi kemudian, dalam UU Pemilu 7/2017 ini ada 77 tindak pidana yang diatur dari Pasal 488 sampai Pasal 553,” ujarnya.

Dia menyatakan, dalam norma tindak pidana pemilu, subjek paling banyak yang dikenai adalah penyelenggara pemilu. 

“Terdapat 26 norma yang subyek pidananya adalah penyelenggara pemilu, terdiri dari 23 (norma) untuk jajaran penyelenggara KPU dan tiga untuk jajaran Bawaslu,” katanya.

Ia menambahkan, tren putusan pidana pemilu sejak 2018. 

“Dalam Pemilihan 2018 ada 68 putusan. Terdiri dari netralitas ASN, termasuk kepala desa ada 33 putusan. Menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan pendidikan ada tujug putusan. Lalu politik uang ada enam putusan, kampanye di luar jadwal ada empat putusan,” katanya.

Sedangkan dalam tren putusan penyelenggaran tindak pidana dalam Pemilu 2019 totalnya 361 putusan. Menurutnya ada politik uang sebagai terbanyak dengan 83 Putusan. 

 

“Mencoblos lebih dari sekali ada 65 putusan, menyebabkan suara tidak bernilai, adanya tambahan atau pengurangan hasil suara terdapat 43 putusan, dan netralitas kepala desa ada 31 putusan,” kata Puadi.

Terakhir, tren putusan dalam Pemilihan 2020 terdapat 173 putusan. 

Baca Juga: Tak Terima Baliho Dicopot, Caleg di Buleleng Debat dengan Bawaslu

“Putusan itu terdiri dari politik uang ada 83 putusan, mencoblos lebih dari sekali 65 putusan, menyebabkan suara tidak bernilai, adanya tambahan atau pengurangan hasil suara sebanyak 43 putusan, dan netralitas kepala desa ada 31 putusan,” kata dia. 

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU