Update Kasus Korupsi BTS 4G Kominfo: Kejagung Tetapkan Sadikin Rusli sebagai Tersangka Baru
Hukum | 16 Oktober 2023, 17:08 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kejaksaan Agung RI mengumumkan tersangka baru dalam kasus korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020-2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengungkapkan, tersangka baru tersebut ialah Sadikin Rusli (SR) yang merupakan pihak swasta dari Surabaya, Jawa Timur.
"Yang bersangkutan adalah swasta murni yang berasal dari Surabaya," kata Ketut melalui konferensi pers di Kantor Kejagung RI, Senin (16/10/2023) dipantau dari program Breaking News, Kompas TV.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi menambahkan, pihaknya melakukan penangkapan paksa terhadap Sadikin Rusli pada Sabtu (14/10/2023) karena yang bersangkutan tak mengindahkan pemanggilan untuk hadir di pengadilan.
Kuntadi menegaskan, pihaknya menangkap paksa Sadikin Rusli pada hari Sabtu tanggal 14 Oktober 2023 sekitar pukul 09.00 WIB
"Tim penyidik Kejaksaan Agung Bidang Tindak Pidana Khusus telah melakukan penangkapan, upaya paksa terhadap saudara SR, hal itu kami lakukan mengingat, setelah mencermati pengembangan hasil penyidikan dan dinamika yang terjadi di persidangan, setelah kami pastikan bahwa keterangan-keterangan tersebut relevan, dan upaya-upaya mencari alat bukti lain juga mulai kami temukan, sehingga pihak pemanggilan-pemanggilan terhadap yang bersangkutan tidak juga dihadiri, maka untuk percepatan penanganan perkara, kami lakukan upaya paksa," jelasnya.
Baca Juga: Kejaksaan Agung Tangkap Sadikin Rusli, Tersangka Baru Kasus Korupsi BTS 4G Kominfo
Usai menangkap Sadikin Rusli, tim penyidik Kejagung melakukan penggeledahan untuk memperkuat bukti-bukti.
"Beberapa barang kami lakukan penyitaan, termasuk juga beberapa perangkat elektronik dan beberapa surat kami temukan," urainya.
Selanjutnya, tim penyidik membawa tersangka Sadikin Rusli ke Kejaksaan Tinggi Surabaya.
"Dari hasil pemeriksaan Kejaksaan Tinggi Surabaya, Jawa Timur, tim menyimpulkan bahwa yang bersangkutan layak untuk dibawa ke Jakarta dan selanjutnya kami lakukan penangkapan," terangnya.
Setibanya Sadikin Rusli di Jakarta, tim penyidik Kejagung juga melakukan pemeriksaan terhadap saksi lain.
"Bisa ditarik kesimpulan, terdapat cukup alat bukti, sehingga saudara SR ini segera kami tetapkan sebagai tersangka," tegasnya.
Baca Juga: Kejagung Buka Opsi Usut Kasus Baru Proyek BTS 4G Kominfo, Bisa Korupsi atau Perintangan Penyidikan
Kuntadi menyebut, Sadikin Rusli akan ditahan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejagung.
Sadikin diduga melanggar ketentuan Pasal 15 atau Pasal 12 B, atau Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kuntadi menegaskan, penetapan Sadikin Rusli sebagai tersangka ini merupakan pengembangan dari kasus korupsi BTS 4G Kominfo, yang berbeda dari kasus utama atau induknya.
"Kalau di kasus induknya itu terkait dengan tindak pidana korupsi pengadaan proyek penyediaan BTS," jelasnya.
Ia menerangkan, ada dua pengembangan perkara terkait dengan upaya-upaya di luar perbuatan tersebut.
"Perlu saya sampaikan bahwa ini perbuatan yang berbeda," tegasnya.
"Satu peristiwa hukum itu dibatasi ruang dan waktu, tempat dan waktu tidak pidana itu dilakukan dan selesai, sehingga ada batasan-batasan perbuatan yang berbeda," imbuhnya.
Sebelumnya, penyidik Jampidsus Kejagung juga sudah menetapkan Edward Hutahaean pada Jumat (13/10/2023) sebagai tersangka dengan pasal yang sama dengan Sadikin Rusli.
Edward yang berstatus PNS dan juga komisaris PT Pupuk BUMN diduga menerima uang suap senilai Rp15 miliar dari terdakwa Irwan Hermawan dan Windy Purnama melalui seseorang berinisial IC.
Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) disematkan kepada Edward Hutahaean dan Sadikin Rusli,
Terkait dengan Pasal 12 B UU Tipikor yang disematkan kepada Edward Hutahaean dan Sadikin Rusli menyebutkan bahwa gratifikasi yang diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat dianggap suap apabila berhubungan dengan pejabat atau berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV