Jejak Kasus Ferdy Sambo (I): Menjemput Ajal di Kediaman Jenderal dan Kematian yang Ditutupi
Hukum | 24 September 2023, 08:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Mahareza Rizky Hutabarat alias Reza menerima panggilan telepon dari Daden Miftahul Haq, ajudan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (DivPropam) Polri Irjen Ferdy Sambo, pada Jumat 8 Juli 2022 pukul 19.00 WIB.
Di ujung telepon, Daden meminta Reza yang berpangkat Bripda itu, segera merapat ke Biro Provos Mabes Polri. Sebelum telepon ditutup, Daden sempat bertanya kepada Reza soal senjata api yang mungkin dibawanya ketika tak berdinas.
“Tidak ada bang, ditinggal di pos penjagaan,” kata Reza.
Baca Juga: Untuk Kepentingan Pembinaan, Ferdy Sambo dan Terpidana Lainnya Dipindah ke Lapas Cibinong
Telepon kemudian ditutup. Reza bergegas ke tempat laundry mengambil pakaian dinas lapangan. Di tengah perjalanan, ia bertemu Daden di Jalan Saguling, Pancoran, Jakarta Selatan. Sempat berhenti, Reza lalu digeledah Daden guna memastikan tak bawa senjata.
Penggeledahan dilakukan di bagian pinggang sampai kaki. Bahkan disuruh membuka jok motor.
Sebenarnya Reza merasa ada yang janggal waktu itu. Namun, ia tak terlalu memperdulikannya karena sudah diminta buru-buru menghadap.
Sampai di Mabes Polri, Reza ditemui Kepala Biro Provos Brigjen Benny Ali. Bak disambar petir, Reza tercekat mendengar penjelasan Benny yang menceritakan kematian kakaknya: Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, yang merupakan salah satu ajudan Ferdy Sambo. Namun, sehari-harinya bertugas menjadi sopir istri atasannya, Putri Candrawathi.
“Di situ diceritakan abang telah meninggal. Saya cuma bisa nangis dan terdiam,” ujarnya.
Usai diberi kabar kematian sang kakak, Reza bergegas menyambangi Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Di sana, jasad Brigadir J sedang diotopsi. Saat menunggu proses otopsi itu, Reza berpikir bagaimana cara menyampaikan kabar duka cita kepada keluarganya di Jambi.
“Duh, berat banget rasanya,” ucapnya.
Setelah berpikir lama, Reza akhirnya memberanikan diri mengontak keluarganya. Sempat ingin menghubungi sang ayah, namun Reza mengurungkan niatnya. Ia akhirnya menelepon kakak tertuanya.
Dari Jakarta, Reza meminta kakaknya keluar rumah agar pembicaraan mereka di telepon tak didengar keluarga yang lain. Reza kemudian mulai bercerita bahwa Brigadir J telah tiada. Kakaknya tak percaya dan malah memarahi Reza.
Sontak, kemarahan kakaknya itu didengar keluarga yang ada di dalam rumah. Tak terkecuali ayahnya, Samuel Hutabarat. Reza pun buru-buru mematikan telepon. Ia mengaku tak sanggup mendengar suara ayahnya.
Samuel yang penasaran akhirnya menelepon balik Reza. Samuel menanyakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Brigadir J. Reza lantas membeberkan kronologi kematian kakaknya kepada sang ayah.
Dari informasi yang didapat, Reza menjelaskan, Brigadir J tewas baku tembak dengan rekannya, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E. Persitiwa tembak-menembak itu disebut dilatarbelakangi pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo.
Baca Juga: Jaksa Eksekusi Ferdy Sambo ke Lapas Salemba Jakarta
"Pengen ngasih tahu nanti pas sampai Jambi, tapi enggak tega. Mau enggak mau dikasih tahu malam itu juga," ujar Reza.
Keluarga Mulai Curiga
Samuel Hutabarat tidak berada di rumah ketika rombongan polisi datang ke Sungai Bahar, Jambi, pada Sabtu, 9 Juli 2022. Rombongan polisi itu ditugaskan menyerahkan jenazah Brigadir J kepada keluarganya.
Ia yang masih di jalan pulang lantas mewanti-wanti keluarganya agar tidak buru-buru menandatangani surat penyerahan jenazah.
"Saya bilang, jangan ada yang tanda tangan, kecuali saya tidak bisa pulang," kata Samuel.
Setibanya di rumah, Samuel ditemui perwira polisi Kombes Leonardo. Kepada Samuel, Leonardo menyodorkan surat berita acara serah terima jenazah. Namun, Samuel menolak menandatanganinya. Ia ngotot mau melihat jenazah anaknya dulu sebelum tanda tangan.
"Saya tidak mau tanda tangan sebelum dibukakan peti jenazah," tutur Samuel.
Negosiasi keluarga Brigadir J dengan polisi berlangsung alot. Polisi menolak peti dibuka dengan alasan kondisi jenazah sudah diberi formalin. Sementara pihak keluarga bersikeras ingin peti dibuka. Memastikan jenazah di dalamnya Brigadir J.
Setelah berdebat, Leonardo akhirnya menyerah. Ia mengizinkan peti jenazah dibuka. Tapi, hanya sampai sebatas dada. Samuel mengaku melihat ada luka bekas tembakan di tubuh anaknya.
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV