MK Nyatakan Sistem Proporsional Terbuka Tak Mendistorsi Peran Parpol, Pemohon Dinilai Berlebihan
Rumah pemilu | 15 Juni 2023, 13:48 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa sistem pemilu proporsional terbuka tidak mendistorsi peran partai politik (parpol).
Adapun pertimbangan di atas menjawab dalil para penggugat jika penyelenggaraan pemilu yang menggunakan sistem proporsional terbuka telah mendistorsi peran partai politik atau parpol.
"Dalil tersebut hendak menegaskan sejak penyelenggaraan Pemilihan Umum 2009 sampai dengan 2019, partai politik seperti kehilangan peran sentralnya dalam kehidupan berdemokrasi,” kata dalam sidang putusan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 yang menyoal sistem pemilu, Kamis (15/6/2023).
“Menurut Mahkamah, sesuai dengan ketentuan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 yang menempatkan partai politik sebagai peserta pemilihan umum anggota DPR/DPRD, dalam batas penalaran yang wajar, dalil demikian adalah sesuatu yang berlebihan."
Sebab, lanjut dia, sejauh ini parpol masih tetap memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon anggota legislatif (caleg) termasuk penentuan nomor urut caleg.
"Terlebih lagi fakta menunjukkan bahwa sejak penyelenggaraan pemilu pasca-amendemen UUD 1945, partai politik menjadi satu-satunya pintu masuk bagi warga negara yang memenuhi persyaratan untuk dapat diajukan sebagai calon anggota DPR dan DPRD," jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan selain proses pencalonan, peran sentral partai politik juga tampak dalam pengelolaan jalannya kinerja anggota DPR/DPRD yang terpilih.
"Dalam hal ini, parpol punya kewenangan untuk sewaktu-waktu melakukan mengevaluasi terhadap anggotanya yang duduk di DPR atau DPRD melalui mekanisme pergantian antarwaktu atau PAW atau recall," ujarnya.
Baca Juga: MK Putuskan Pemilu Tetap Proporsional Terbuka, PKS: Kami Yakin PDIP Juga Gembira
“Dengan adanya pelembagaan mekanisme PAW tersebut, maka para anggota DPR atau DPRD dituntut untuk tetap bersikap loyal dan berkomitmen terhadap garis kebijakan partai politiknya."
Ia juga mengatakan, Mahkamah berpandangan, peran sentral partai politik juga ditunjukkan dengan adanya pembentukan fraksi di DPR atau DPRD sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
“Dengan demikian peran partai politik sama sekali tidak berkurang, apalagi menyebabkan hilangnya daulat partai politik dalam kehidupan berdemokrasi,” tutur Saldi.
Sebagaimana diketahui, sebelmunya gugatan terkait sistem Pemilu telah diajukan pada 14 November 2022.
Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU-XX/2022 itu menyoal sejumlah Pasal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Lewat gugatan tersebut, para pemohon meminta MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
Terkait hal tersebut, MK telah memutus untuk menolak permohonan gugatan terkait sistem Pemilu tersebut.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang terbuka untuk umum di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (15/6).
Dengan demikian, Pemilu tetap diselenggarakan dengan sistem proporsional terbuka.
Baca Juga: Dari Sidang MK, Hakim Singgung Kekuasaan oleh Satu Kelompok dan Peluang Politik Uang
Penulis : Isnaya Helmi Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV