> >

Para Menteri Sibuk Koalisi, Mengingat Kembali Janji Jokowi Tak Rangkap Jabatan

Politik | 4 Mei 2023, 09:39 WIB
Presiden Joko Widodo (ketiga kanan) didampingi Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (kedua kanan), Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (ketiga kanan), Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kedua kiri), Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar (kiri), dan Plt Ketua Umum DPP PPP Muhamad Mardiono (kanan) memberikan keterangan pers usai menghadiri acara Silaturahmi Ramadhan 1444 H DPP PAN di Kantor DPP PAN, Jakarta, Minggu (2/4/2023). (Sumber: Kompas.tv/Ant/Aprillio Akbar/aww.)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Kurang dari setahun menghadapi perhelatan pemilihan umum 2024, para menteri di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin terlihat banyak yang sibuk dalam urusan koalisi. Terbaru, enam ketua umum parpol berkumpul di Istana Negara Selasa malam (2/5/2023).

Dari enam ketum parpol tiga di antaranya adalah menteri, yaitu Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang juga Ketua Umum Partai Golkar, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang sekaligus Ketua Umum Gerindra. Dan Plt Ketua Umum PPP Mardiono anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Baca Juga: Zulhas Sebut Koalisi Parpol Pendukung Anies Sedang Goyang

Menurut politikus PPP Romahurmuziy,  pertemuan malam itu berpotensi mewujudkan koalisi besar dengan formasi Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto sebagai calon presiden dan calon wakil presiden untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Hal ini bertolak dari dua kenyataan. Pertama, dua figur tersebut memiliki elektabilitas teratas di berbagai lembaga survei. Kedua, partai pemenang Pemilu 2019, yakni PDI-P, lebih tepat sebagai pengaju capres, sementara parpol pemenang selanjutnya, yakni Gerindra, sebagai pengaju cawapres.

Politikus PDI-P Arif Wibowo menganggap sibuknya para menteri dalam urusan politik belum terlalu menganggu.

"Kalau pertanyaannya apakah menteri itu berkinerja baik, ya presiden yang sampaikan. Kalau itu dianggap mengganggu ya presiden akan ingatkan atau kalau tidak ya diminta mundur, atau diberhentikan. Karena itu kan hak prerogatif presiden," ujar Arif di program Satu Meja The Forum KOMPAS TV, Rabu (3/5) malam.

 

Arif menambahkan sejauh ini belum ada gelagat dari Presiden Jokowi untuk memberi evaluasi terhadap menterinya yang sibuk mengurus kandidat capres.

"Kalau ada menterinya yang jadi capres atau cawapres, maka yang bisa melakukan assesment itu presiden. Presiden lah yang mengingatkan atau memberi masukan terhadap para menterinya. Sebab diangkat presiden," ujar Arif.

Ihwal ketua umum parpol yang duduk sebagai menteri, sebenarnya merupakan janji Jokowi sejak periode pertama. Kala itu dia berjanji tidak akan memasukan menteri yang duduk dalam struktur parpol.   

"Yang saya sampaikan dari awal ya begitu. Ya sudah," ujar Jokowi di sela blusukan ke proyek sodetan Ciliwung-Kanal Banjir Timur, Jakarta, Selasa 26 Agustus 2014 atau jelang dilantik sebagai presiden untuk periode pertamanya.

Baca Juga: Pengamat Nilai Kurang Tepat Jika Jokowi hanya Merangkul Partai Koalisi untuk Bicara soal Indonesia

Alasan Jokowi menolak rangkap jabatan adalah karena tidak akan efektif dalam bekerja.

"Satu jabatan saja belum tentu berhasil, apalagi dua," uja mantan walikota Solo saat itu.

Namun janji kampanye adalah cerita lama. Kenyataan menunjukan kisah yang berbeda. 


 

Penulis : Iman Firdaus Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU