Pemikir Kebhinekaan: Penyebutan Lebaran sebagai Panggung Teater Politik adalah Pemaknaan Sekuler
Politik | 27 April 2023, 07:07 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Penyebutan momen Lebaran sebagai teater panggung politik merupakan pemaknaan yang cukup sekuler terhadap suatu peristiwa keagamaan.
Penilaian itu disampaikan oleh Sukidi Mulyadi, seorang pemikir kebhinekaan, dalam dialog Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (26/4/2023), menanggapi pernyataan pengamat politik Islam Fachry Ali, yang juga menjadi narasumber dalam acara itu.
“Saya tidak setuju bahwa Lebaran itu adalah teater panggung politik, saya kira itu pemaknaan yang cukup sekuler terhadap satu peristiwa keagamaan yang sarat dengan nilai-nilai ketuhanan,” tuturnya dalam dialog dengan tema ‘Lebaran Asyik tanpa Politik’ tersebut.
“Justru Lebaran ini mengingatkan kita pada pondasi republik ini, yang dibangun di atas prinsip ketuhanan itu sendiri, bahwa negara ini, kata Bung Karno, adalah negara berketuhanan,” imbuhnya.
Implikasi dari konsep itu, menurut sukidi, adalah negara memberikan kemerdekaan keyakinan kepada setiap umat beragama, dalam konteks ini adalah umat Islam, untuk merayakan Lebaran secara leluasa, secara bebas.
“Pada momen inilah kita menapaktilasi, kita umat Islam, sebagai satu kerinduan kepada asal muasal kita, dari kampung, dari lokasi.”
Baca Juga: Pengamat Politik: 2024 Bukan Hanya Kompetisi Antarcapres tapi King Maker juga, Termasuk Jokowi
“Jadi, kerinduan itu adalah hakikat dasar kemanusaiaan kita. Itu pertama,” tuturnya.
Ia menambahkan, mestinya, nilai ketuhanan menjadi pondasi untuk bernegara dan bermasyarakat.
“Itu harus selalu diingatkan di tengah situasi krisis, di mana nilai-nilai yang semestinya menjadi pegangan kita hifup berbangsa dan bernegara, ini mengalami satu nilai terkoyak.”
Sehingga, kata dia, kita perlu kembali pada nilai yang menyatukan, yakni nilai ketuhanan yang memberikan keleluasaan pada setiap umat beragama dalam beribadah.
“Justru pada momen Lebaran ini kita mempertalikan tali kemanusiaan yang terkoyak, untuk menyadarkan kepada seluruh komponen bangsa, bahwa kita adalah satu dan setara.”
“Oleh karena itu, implikasi dari hakikat kemanusiaan yang satu dan setara itu adalah kita harus saling menopang satu sama lain,” tegasnya.
Sebelumnya Fachry Ali, menyebut bahwa dalam realitasnya, Lebaran menjadi panggung teater, dan politisi selalu mencuri panggung.
“Jadi, kalau politisi kan selalu mencuri panggung, panggung depan. Bisa juga panggung belakang tapi kemudian majunya ke depan juga,” tuturnya.
Lebaran, kata dia, sudah pasti merupakan teater, di mana seluruh masyarakat muncul dengan tipe yang bermacam-macam.
“Ada yang apa adanya, bisa juga yang mengada-ada, bisa segala macam, tetapi mereka semua tampil.”
“Nah, itulah yang saya maksudkan sebagai apnggung, karena perhatian publik semuanya tertuju kepada Lebaran, dan itu harus dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh siapa pun, apalagi oleh para politisi,” urainya.
Baca Juga: Pengamat Politik Sebut Dukungan PPP ke Ganjar Pranowo Bukti Koalisi Indonesia Bersatu Rawan Goyah
Jika para politisi tidak memanfaatkan panggung teater tersebut, menurut Fachry itu merupakan hal yang patut disayangkan.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV