Baru Disahkan, MK Terima Empat Permohonan Pengujian Formil Perppu Cipta Kerja
Hukum | 18 April 2023, 06:50 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima empat permohonan pengujian formil dan materiel UU No 6/2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja yang ditetapkan pada 31 Maret 2023 lalu.
Sebanyak tiga permohonan telah diregister oleh Kepaniteraan MK, ketiga permohonan itu diajukan oleh Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesi/KSBSI (nomor perkara 41/PUU-XXI/2023), sejumlah federasi/organisasi serikat pekerja seperti Persatuan Pegawai Indonesia Power, Federasi Serikat Pekerja Indonesia, Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia dkk (nomor perkara 40/PUU-XXI/2023), serta Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara dan Serikat Pekerja PT Pembangkit Jawa Bali, dkk (nomor perkara 39/PUU-XXI/2023).
Lalu, masih ada sebuah permohonan yang belum diregister yang diajukan oleh Indonesia Halal Watch yang diwakili oleh Joni Arman Hamid Raihan Keumala selaku ketua dan wakil ketua.
Muhammad Hafidz, Sekretaris Serikat Pekerja Singa Perbangsa, mengungkapkan, setidaknya ada tiga alasan diajukannya permohonan pengujian formil dengan tuntutan pembatalan undang-undang secara keseluruhan karena proses pembentukannya melanggar peraturan perundangan yang berlaku.
Baca Juga: Palopo hingga Gorontalo, Demo Mahasiswa Tolak UU Ciptaker Berujung Ricuh!
Menurut Hafidz salah satu alasan pengujian formil itu adalah tidak adanya alasan kegentingan memaksa dalam penerbitan perppu.
Ini setidaknya terlihat dari konsideran UU Cipta Kerja dengan Perppu Cipta Kerja hampir sama, bahkan cenderung seperti salinan.
Padahal, seharusnya dua produk hukum tersebut dikeluarkan dengan pertimbangan yang berbeda. Pemohon juga menilai bahwa pemerintah seharusnya memanfaatkan waktu dua tahun yang diberikan MK untuk memperbaiki UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja.
Alasan lainnya adalah bahwa penerbitan Perppu Cipta Kerja merupakan bentuk pembangkangan terhadap putusan MK yang memerintahkan dilakukannya perbaikan proses pembentukan undang-undang dengan memerhatikan partisipasi bermakna masyarakat.
Pemohon menduga penerbitan perppu dilakukan untuk menghilangkan partisipasi bermakna tersebut sebagai upaya untuk meredam gejolak penolakan UU Cipta Kerja.
”Seharusnya, DPR menyetujui perppu sebelum penutupan masa sidang ketiga, yaitu pada 6 Februari 2023. Atas ketiga dasar argumentasi itu, pemohon minta MK untuk menyatakan Pembentukan UU No 6/2023 tidak sesuai dengan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sehingga harus dinyatakan batal secara keseluruhan,” ujar Hafidz dikutip dari Kompas.id, Senin (17/4/2023).
Alasan terakhir berkaitan dengan waktu pemberian persetujuan DPR yang dilakukan pada 21 Maret 2023. Pemohon menilai, pemberian persetujuan itu tidak dilakukan dalam masa sidang berikutnya (setelah penerbitan perppu).
Sebelumnya, pada Jumat (14/4/2023), MK menyatakan tidak menerima permohonan pengujian formil Perppu No 2/2023. Ada enam permohonan pengujian perppu.
Namun semuanya kandas karena permohonan tersebut kehilangan obyek perkaranya. Perppu No 2/2023 telah disetujui oleh DPR menjadi UU sehingga tidak dapat lagi dipersoalkan ke MK.
Dalam perkara No 40/2023 yang diajukan Serikat Pekerja PT PLN dan sembilan organisasi pekerja lainnya, para pemohon mempersoalkan tentang regulasi penguasaan listrik oleh swasta.
Baca Juga: Ricuh, Mahasiswa di Kota Semarang Demo Tolak UU Cipta Kerja
Penulis : Kiki Luqman Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas.id