Laode M Syarif Sebut Penggunaan Nama Orang Lain untuk Aset Pribadi Sering Dilakukan Penjahat
Kompas petang | 6 Maret 2023, 18:13 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Laode M Syarif, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Periode 2015-2019 menyebut, penggunaan nama orang lain pada aset yang dimiliki seseorang merupakan praktik yang sering dilakukan oleh para penjahat.
Dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Senin (6/3/2023), Laode mengatakan, sejak dulu kasus semacam itu sudah ada di KPK.
“Ini bukan Rafael dulu ya. Kalau dari kasus-kasus yang ada di KPK dari dulu, memang sering terjadi seperti itu,” tuturnya menjawab pertanyaan tentang upaya penyamaran harta yang diduga dilakukan oleh Rafael Alun Trisambodo, mantan pejabat Ditjen Pajak.
Tujuan penggunaan nama orang lain sebagai pemilik harta kekayaan, menurut Laode, untuk menyulitkan para penegak hukum.
“Agar aparat penegak hukum, baik KPK, polisi dan jaksa itu susah untuk melacaknya, mereka menggunakan nama-nama lain atau nama orang lain, atau disebutkan sebagai bagian dari kekayaan perusahaan, itu praktik yang sering dilakukan oleh penjahat.”
Oleh karena itu, lanjut Laode, jika KPK bisa menelusuri dengan baik, dan mengetahui bahwa ada harta yang sebenarnya milik Rafael tapi diatasnamakan orang lain, itu sudah menunjukkan adanya niat jahat.
Baca Juga: Konsultan Pajak yang Diduga Samarkan Kekayaan Rafael Alun Trisambodo Kabur Ke Luar Negeri
“Jika ini benar-benar dimanfaatkan oleh dia, tetapi menggunakan nama orang lain, itu suah jelas ada niat jahat di situ,” tutur Laode, tanpa memperjelas niat jahat untuk apa dan oleh siapa yang ia maksudkan.
Meski demikian, Laode mengakui bahwa hal tersulit dalam membuktikan penyamaran itu adalah pada barang-barang atas nama orang lain yang merupakan milik Rafael.
“Tugas yang paling sulit ini adalah membuktikan bahwa barang-barang itu sebenarnya milik Saudara Rafael itu, tetapi menggunakan nama orang lain.”
“Kalau kita lihat pemanfaatannya itu sudah jelas, tetapi harus ditelusuri sampai ke belakang,” kata dia.
Ia kemudian memisalkan uang yang disebut-sebut sebagai milik kakak Rafael, menurut Laode, hal itu harus ditelusuri ke belakang.
Bahkan, jika pembayaran untuk pembelian harta kekayaan itu menggunakan sistem cash atau tunai, Laode menyebut penelusurannya akan menjadi lebih sulit.
“Jadi, pembuktiannya itu, sebenarnya kan kalau kita di Indonesia itu, unexplained wealth atau harta yang tidak bisa diceritakan atau dijelaskan asal-usulnya, dan memperkaya diri secara tidak sah itu, sayangnya itu belum terlalu solid hukumnya.”
Bahkan, kata dia, kita tidak punya pasal-pasal khusus yang mengatur tentang hal itu.
Tetapi, lanjut dia, jika bisa dibuktikan bahwa uang pembayaran itu berasal dari sesuatu yang tidak sah, menurutnya masih bisa dijerat dengan undang-undang tindak pidana pencucian uang.
Baca Juga: Buntut Harta Fantastis Milik Rafael Alun, PPATK Blokir Rekening Konsultan Pajak
“Tetapi, saya beri tahu dari awal, ini sulit, karena memang kerangka hukum kita ini agak belum lengkap. Seharusnya DPR dan pemerintah segera merevisi undang-undang.”
Menjawab pertanyaan bahwa perwakilan kepemilikan semacam itu sudah lama dilakukan oleh banyak pihak untuk menyamarkan harta, Laode membenarkan.
“Betul. Makanya kita selalu heran, kenapa undang-undang kita itu nggak mau direvisi. Misalnya undang-undang perampasan aset, itu masih mogok di DPR dan pemerintah,” ucapnya.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV