PSI Tetap Dukung Penuh 8 Parpol yang Tolak Pemilu Proporsional Tertutup
Politik | 10 Januari 2023, 11:22 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyatakan mendukung penuh sikap delapan partai politik (parpol) parlemen yang menolak sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
Pernyataan itu menyusul adanya pertemuan delapan parpol parlemen di Nusantara Room, Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, pada Minggu 8 Januari 2023.
“Sejak awal wacana sistem proporsional tertutup kembali mengemuka pasca adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi, PSI sudah langsung tegas menolak sistem proporsional tertutup atau coblos partai,” ujar Ketua DPP PSI Isyana Bagoes Oka melalui keterangan tertulisnya di laman resmi PSI, Minggu, (8/1/2023).
Diketahui, delapan parpol di DPR membuat pernyataan sikap agar MK tidak mengabulkan gugatan judicial review (JR) dan tetap mempertahankan sistem pemilu proporsional terbuka atau coblos caleg.
Isyana mengemukakan, pihaknya meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia.
Baca Juga: Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Ditolak 8 Parpol, Puan: Ya Silakan Saja, MK Memutuskan
“PSI berharap, dengan adanya sikap delapan parpol parlemen yang menolak sistem proporsional tertutup, Pemilu 2024 tetap dapat berjalan dengan sistem proporsional terbuka, sehingga hak masyarakat tidak hilang untuk bisa memilih langsung dan mengetahui betul calon-calon wakil rakyat yang akan mewakili aspirasi mereka di parlemen,” imbuhnya.
Sebelumnya, Juru Bicara PSI Ariyo Bimmo mengatakan, pihaknya akan mengajukan permohonan sebagai pihak terkait dalam uji materi terhadap sistem proporsional terbuka yang ada di dalam UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Adapun permohonan tersebut akan diajukan dalam waktu dekat.
Salah satu alasannya adalah karena adanya kerugian konstitusional yang bisa dialami PSI seandainya perkara tersebut dilanjutkan.
Pihaknya berharap Mahkamah Konstitusi akan memutus bahwa perkara tersebut merupakan ranah pembentuk undang-undang atau open legal policy.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV