Mahfud MD Bahas Pelanggaran HAM Berat 1965 dengan Kiai dan PBNU, Upayakan Pemulihan Hak Korban
Hukum | 27 Desember 2022, 20:50 WIBSURABAYA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menggelar dialog dengan kiai-kiai Jawa Timur dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tentang penyelesaian pelanggaran HAM berat 1965.
Dalam pertemuan di Pondok Pesantren Miftachus Sunnah, Surabaya ini, Mahfud menegaskan perlunya tindakan segera untuk memulihkan hak korban pelanggaran HAM 1965.
"Pemerintah berpandangan bahwa harus segera diambil tindakan cepat untuk memulihkan hak korban," kata Mahfud dikutip Antara, Selasa (27/12/2022).
Mahfud sendiri mendatangi Ponpes Miftachus Sunnah bersama Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat (PPHAM) yang dipimpin mantan Duta Besar RI untuk PBB, Makarim Wibisono.
"Tim ini bekerja atas nama bangsa dan untuk membebaskan negara dari sandera masa lalu. Selain itu, pengakuan dan upaya pemulihan dari negara merupakan hal yang sangat penting bagi para korban pelanggaran HAM yang berat," kata Mahfud.
Baca Juga: Kabar Dewan Jenderal Pemicu Peristiwa G30S PKI dan Hoaks Kudeta Soekarno tahun 1965
Lebih lanjut, Mahfud menyebut tim PPHAM telah bekerja menyusun rekomendasi pemulihan hak-hak korban. Pemulihan hak korban Peristiwa 1965 terkait dengan rehabilitasi fisik, hak sosial, jaminan kesehatan, pendidikan atau hal lainnya untuk kepentingan korban atau keluarganya.
Di lain sisi, penuntasan pelanggaran HAM berat 1965 tidak ada kaitannya dengan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 yang melarang penyebaran komunisme.
Mahfud menyampaikan, pertemuan dengan PBNU dan kiai Jawa Timur adalah rangkaian kerja terakhir PPHAM. Sebelumnya, tim telah bertemu dengan para korban, pendamping korban, para pakar, pihak gereja, MUI, Muhammadiyah, dan mendatangi semua lokasi pelanggaran HAM berat masa lalu.
Sementara itu, Wakil Rais Aam PBNU KH Anwar Iskandar mengaku yakin rekomendasi PPHAM akan membuahkan putusan yang “kuat dan netral.” Ia berharap rekomendasi PPHAM tidak membuka luka lama terkait peristiwa Madiun 1948 dan pembantaian massal 1965.
"Itu luka lama. Oleh karena itu, jangan ada diksi yang bisa membuka luka lama. Harus dijamin oleh tim PPHAM agar persatuan dan integritas bangsa, tercipta setelah ini semua," kata Anwar.
Sekitar 500.000 hingga satu juta orang diperkirakan tewas selama pembantaian massal yang disponsori militer pada 1965-1966 silam. Pembantaian ini diawali Gerakan 30 September (G30S), yakni penculikan dan pembunuhan para jenderal yang dituduhkan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI).
Baca Juga: Jejak Kekerasan 1965 di Aceh Tengah: Kakek Saya Disembelih dan Kepalanya Diarak di Takengon (1)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Antara