> >

Sidang Lanjutan Sambo Cs akan Hadirkan Ahli, Pakar: Ada 2 Pasal Krusial tentang Keterangan Ahli

Hukum | 18 Desember 2022, 18:45 WIB
Hery Firmansyah sebut ada dua pasal krusial dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) yang perlu dipedomani oleh seseorang yang menjadi saksi ahli di persidangan. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Ada dua pasal krusial dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) yang perlu dipedomani oleh seseorang yang didatangkan sebagai ahli untuk dimintai pendapatnya pada sebuah persidangan.

Penjelasan itu disampaikan pakar hukum pidana dari Universitas Tarumanegara, Hery Firmansyah, menanggapi agenda sidang lanjutan kasus dugaan pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat akan menghadirkan 5 orang ahli untuk didengar pendapatnya.

Pada sidang yang akan berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (19/12/2022), menghadirkan 5 terdakwa sekaligus yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf.

“Konteks ahli ini kita harus kembali ke KUHAP, pengaturan KUHAP tentang ahli itu setidaknya ada dua pasal krusial yang perlu diingat atau dipedomani sebagai ahli,” jelasnya dalam dialog Kompas Petang di Kompas TV, Minggu (18/12/2022).

“Pasal 179 KUHAP bahwa ahli itu memberikan keterangan di persidangan demi keadilan, dan Pasal 186 itu disampaikan di muka persidangan dan disumpah,” lanjutnya.

Hal ini, kata Hery Firmansyah, menunjukkan bahwa keterangan ahli harus obyektif dalam menyampaikan pendapatnya berkaitan dengan keahliannya.

Baca Juga: Besok Sidang Lanjutan Pembunuhan Yosua akan Hadirkan Ahli Inafis, Pertemukan 5 Terdakwa Sambo Cs

“Ini kan menjadi acuan bahwa ahli itu harus obyektif menyampaikan, sehingga kalaupun ada ahli yang dihadirkan oleh para pihak, itu bukn berarti membela kepentingan pihak tersebut.”

“Kalaupun ada perdebatan, perdebatannya sesuatu yang scientific, yang bisa dibantah secara teori,” lanjutnya.

Persolannya, lanjut dia, jika ahli forensiknya datang dari jaksa, biasanya saksi tersebut ikut dari awal proses penyidikan, termasuk dari TKP.

“Ini lebih mudah untuk menilai keterangannya, karena jelas barang bukti medis yang dibawa, diolah, dievaluasi dari tempat kejadian perkara, kemudian ini akan dijadikan sebagai alat bukti hukum.”

Tapi, ungkap Hery, bagaimana dengan mereka yang di luar konteks itu, apa yang akan menjadi parameternya.

“Kalau ada ahli yang sama-sama ahli forensik tapi dia tidak kemudian mendapatkan kesempatan untuk mengidentifikasi detail, ini jadi persoalan sebenarnya.”

 

Saat pembawa acara Kompas Petang, Ni Luh Puspa menanyakan, apakah ahli dapat membuktikan tuduhan Putri Candrawathi mengenai adanya dugaan perkosaan, Hery mengatakan, itu agak berat.

“Kalau dikhususkan tentang pelecehan seksual, menurut saya pribadi agak berat, karena pertama, perkara ini ketika masuk proses lidik dan akan ditingkatkan ke sidik kan sudah dihentikan.”

“Ini jadi persoalan juga,” ucapnya.

Pembuktian dalam konteks ini, menurut Hery, minimal ada kesesuaian alat bukti yang sah menurut ketentuan Pasal 184 KUHAP.

“Dalam konteks pelecehan seksual, memang visum et repertum menjadi penting. Kalau tidak ada itu, dasar apa yang kemudian akan diukur.”

Baca Juga: Saat Irfan Widyanto Menahan Emosi saat Tanggapi Kesaksian Sambo

“Jadi menurut saya, dalam konteks pertanyaan tadi, yang mau dinilai, dievaluasi ini, harus ada barang bukti dulu,” tegasnya.

Jika hasil visum tidak ada, tuturnya, laporan yang didasarkan oleh keterangan PC akan menjadi keterangan sepihak, yang tidak ada persesuaian atau belum didukung oleh saksi dan alat bukti lainnya.

“Pernyataan yang dimunculkan itu kan setiap dalilnya harus dapat dibuktikan.”

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU