Soal Kasus Gagal Ginjal, BPOM: Tak Ada Payung Hukum bagi Kami untuk Awasi Cemaran EG dan DEG
Kesehatan | 17 November 2022, 16:22 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito mengatakan bahwa sebelum merebaknya kasus gagal ginjal pada anak, tidak ada ketentuan batas cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam produk obat jadi.
"Sebelum kejadian ini, tidak ada ketentuan batas cemaran etilen glikol dan dietilen glikol dalam produk obat jadi pada standar farmakope Indonesia maupun internasional juga tidak ada. Sehingga ini tidak ada payung hukum bagi BPOM untuk melakukan pengawasan,” kata Penny dalam konferensi pers perkembangan kasus obat sirop tercemar di Jakarta, Kamis (17/11/2022).
Baca Juga: Penny K Lukito: Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Tidak Hanya Dijalankan BPOM Saja
"Ini juga akan diubah. Kami sudah memberikan masukan pada Kementerian Kesehatan. Saya kira ini sudah akan berproses."
Payung hukum mengenai batas cemaran EG dan DEG menjadi satu dari sekian gap dalam sistem jaminan keamanan dan mutu pengawasan obat dan makanan.
Selain soal payung hukum, BPOM juga menyebutkan adanya masalah pada surat keterangan impor bahan pelarut.
“Aspek pemasukan bahan pelarut merupakan pemasukan dalam bentuk nonlarangan dan pembatasan yang tidak melalui surat keterangan impor BPOM. Artinya tidak melalui pengawasan, tidak bisa dilakukan pengawasan oleh BPOM karena tidak melalui proses tersebut,” jelasnya.
Tak hanya itu, perbedaan maturitas dari industri farmasi yang beragam juga menjadi masalah tersendiri dalam hal pengawasan. BPOM mengusulkan agar ada klasifikasi maturitas di industri farmasi.
Baca Juga: Komunitas Konsumen Indonesia Gugat BPOM ke PTUN Terkait Kasus Gagal Ginjal Akut
Kemudian, soal kelangkaan bahan baku obat dan perbedaan harga dari pharmaceutical grade dengan chemical grade pun tak luput dari pembahasan.
“Itu juga salah satu indikasi yang kita cermati, itu juga gap yang dimanfaatkan sebagai modus kejahatan,” ujar Penny.
Sistem pelaporan efek samping obat yang belum efektif juga menjadi salah satu penyebab kurang ketatnya pengawasan.
Dalam hal ini, Penny mengajak fasilitas kesehatan dan industri farmasi untuk membangun sistem monitoring yang baik.
Baca Juga: Komunitas Konsumen Indonesia Gugat BPOM ke PTUN Terkait Kasus Gagal Ginjal Akut
Terakhir, soal efek jera dalam perkara hukum pada kasus kejahatan obat dan makanan.
Penny bilang, hukuman pada kasus kejahatan obat yang menimbulkan efek jera, dapat meminimalkan munculnya kejahatan obat lainnya.
“Kita bisa melihat dampaknya sangat menyedihkan. Ini menunjukkan kelalaian atau kejahatan obat bisa menyebabkan dampak yang menyedihkan. Ini adalah aspek kemanusiaan yang harus menjadi perhatian semua,” tukasnya.
Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV