Cerita Megawati Kala Berdebat dengan George Bush Saat AS Akan Menyerang Irak pada 2003
Politik | 7 November 2022, 14:51 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Presiden ke-5 RI Megawati Soekarrnoputri menceritakan kala dirinya pernah berdebat dengan Presiden ke-43 Amerika Serikat (AS) George W. Bush, ketika orang nomor satu di Negeri Paman Sam itu hendak menyerang Irak secara kilat pada 2003 silam.
Kala itu, kata Megawati, dirinya mempertanyakan maksud penyerangan AS kepada Irak secara kilat tersebut.
Hal itu ia katakan saat memberikan sambutan secara virtual dalam pembukaan "Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspective" di Gedung ANRI, Jakarta, Senin (7/11/2022).
Baca Juga: Bambang Pacul Sebut Capres Pilihan Megawati dan Jokowi Tak Akan Berbeda
"Yang namanya kilat itu apa ya kalau dari strategi militer? Itu yang saya tanya. Satu jamkah, satu harikah, seminggukah, sebulankah? Jadi, kata Presiden George Bush pada saya, katanya begini, kamu itu kok pintar ya Mega. Saya diam saja, terus saya tanya, kok kamu bilang begitu?" kata Megawati seperti dikutip dari Antara.
Ketua Umum PDIP itu menjelaskan, pertanyaan dirinya itu pun lantas memancing amarah dari George W. Bush. Bahkan, ia dinilai sebagai orang yang membela aksi terorisme yang dilakukan Presiden Irak Saddam Husein.
"Saya kan mesti tahu dong, ini juga karena saya harus juga berbicara mengenai Pancasila dan juga dengan Dasa Sila Bandung-nya, karena saya berkewajiban sebagai presiden Republik Indonesia (saat itu), karena saya tidak setuju bahwa sebuah negara akan melakukan sebuah penyerangan. Tapi kan pada keadaannya, ternyata waktu itu beliau agak sedikit marah, dia bilang begini, kamu selalu bela Saddam Husein."
"Saya nggak bela Saddam Husein, saya bela rakyat Irak, yang pasti apa pun juga kan menderita. Jadi, kalau kamu berpikir bahwa kamu nggak cocok dengan Saddam Husein, sudahkah ada ahli Islam-mu yang harusnya menerangkan, Saddam Husein itu siapa? Saya bilang begitu; tapi akhirnya tetap saja toh (Irak) diserang (AS)," cerita Megawati.
Selanjutnya, Megawati mengatakan pandangan bangsa-bangsa Asia dan Afrika, baik Blok Barat maupun Blok Timur, mengandung benih-benih kolonialisme dan imperialisme, yang paling ditentang dalam Konferensi Asia Afrika atau KAA.
"Setelah Konferensi Asia Afrika, kalau kita tahu dan lihat dari dokumentasi yang ada, maka begitu banyak negara-negara di Asia-Afrika yang segera bisa merdeka," ujarnya.
Oleh karena itu, perjuangan untuk terus mengawal kembali Gerakan Non-Blok ini menjadi pekerjaan rumah di kemudian hari.
"Karena itulah, Gerakan Non Blok benar-benar menjadi motor perubahan wajah dunia dari bipolar menjadi multipolar," kata Megawati.
Selain itu, ia menilai kesetaraan antarnegara belum terwujud di PBB. Salah satu contohnya seperti ihwal iuran negara ke PBB yang pernah Megawati tanyakan langsung kepada sekretaris jenderal PBB.
"Jadi, negara besar praktis itu yang memberikan bantuan yang lebih besar. Nah, yang lain tentu seperti apa jadinya, seperti tidak ada kesamaan, tidak ada kesetaraan," katanya.
Soekarno, kata Megawati, juga menegaskan bahwa masa depan dunia tidak boleh ditentukan oleh negara yang memiliki hak veto di PBB. Setiap bangsa seharusnya mendapat kehormatan yang sama.
Baca Juga: Hasto Sebut Megawati dan Jokowi akan Gelar Pertemuan Intens Bahas Penentuan Capres PDIP
"Berbagai perubahan fundamental atas lembaga dunia PBB tersebut sangat diperlukan karena Perserikatan Bangsa-Bangsa dinilai sudah tidak mampu meredam konflik. Padahal kan sebenarnya kalau bisa yang memutuskan itu, PBB," katanya.
Penulis : Fadel Prayoga Editor : Purwanto
Sumber : Antara