YLKI Desak Pembentukan Tim Investigasi Independen Kasus Gagal Ginjal Akut
Kesehatan | 25 Oktober 2022, 08:41 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mendesak adanya pengusutan kasus gagal ginjal akut di Indonesia hingga tuntas. Lewat akun Twitternya, YLKI menyebut pengusutan harus dilakukan mulai dari hulu hingga hilir.
"Dari pasokan bahan baku obat, proses produksi, hingga pemasaran. Kasus masif ini membuktikan bahwa mekanisme pengawasan (regular inspection) pd aspek pre market dan post market control Badan POM tidak efektif," tulis YLKI.
Menurut YLKI, sudah seharusnya Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja Badan POM dalam hal pengawasan dan kebijakannya. Presiden Jokowi juga harus mengevalussi para produsen obat.
"Juga pengawasan oleh produsen dalam proses produksinya, sebab proses pembuatan obat mustinya mengacu pada aspek CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Terjadinya cemaran itu juga membuktikan bahwa _quality control_ di internal managemen produsen obat tidak dilakukan," kata YLKI.
Baca Juga: Kemenkes Izinkan Tenaga Kesehatan Resepkan 156 Obat Sirup yang Aman
YLKI juga mendesak ada investigasi oleh tim independen, dari hulu hingga hilir. Agar persoalannya menjadi tuntas dan pihak mana yang harus bertanggungjawab. Baik dari sisi perdata, pidana, dan administrasi.
"Pihak regulator, seperti Badan POM dan Kemenkes, dan juga dari sisi operator yakni produsen farmasi; semuanya harus bertanggung jawab," ujar YLKI.
Hal senada juga disuarakan Guru Besar Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Gadjah Mada (UGM) Zullies Ikawati. Ia menyarankan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan pengawasan sebelum dan setelah obat diedarkan. Termasuk mengawasi dari mana para produsen mendapatkan bahan bakunya.
Jika ada perubahan sumber bahan baku obatnya harus dilaporkan ke BPOM.
Baca Juga: Simak Cara Pindah Faskes BPJS Kesehatan Online, Pakai JKN Mobile
"Selama ini, BPOM hanya mensyaratkan bahan baku obat harus bebas dari cemaran zat berbahaya. Namun belum ada aturan yang mewajibkan produk jadi obat juga harus bebas cemaran," tutur Zullies dikutip dari tayangan Sapa Pagi Indonesia di Kompas TV, Senin (24/10).
"Karena asumsinya, kalau bahan bakunya bebas cemaran nah produk akhirnya juga pasti bebas cemaran. Kalaupun ada masih dalam ambang batas, kecuali ada masalah di
penyimpanan, terjadi peruraian, itu beda lagi," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi IX DPR RI Charles Honoris menilai, salah satu penyebab maraknya kasus gagal ginjal akut pada anak-anak adalah dugaan industri farmasi yang mengganti bahan baku mereka. Sehingga obat sirup yang tadinya menggunakan bahan pelarut tertentu, diganti dengan zat pelarut lainnya hingga menyebabkan cemaran yang mematikan.
Baca Juga: Guru Besar UGM soal Penyebab Gagal Ginjal: Perubahan Bahan Baku, Salah Penyimpanan, Salah Produksi
Charles menyebut, pemerintah sebenarnya bisa dengan mudah mengetahui hal tersebut. Yakni dengan koordinasi antara Kementerian Kesehatan dengan pihak Bea Cukai Kemenkeu, serta dengan Kementerian Perdagangan.
"Ini bisa saja substitusi produsen saat produksi obat. Kemungkinan pelarut nya yang disubstitusi," ucapnya.
"Pemerintah harus bisa melakukan koordinasi lintas lembaga. Misalnya Kemenkes dengan Kemendag dan Bea Cukai, itu bisa memeriksa apakah dalam beberapa bulan terakhir ada perubahan impor yang dilakukan perusahaan farmasi, dari produsen lain di luar negeri. Itu kan sangat mudah kita bisa tahu," kata Charles.
Baca Juga: Kepala BPOM Sebut Akan Seret 2 Perusahaan Farmasi ke Ranah Pidana, Perusahaan Mana Saja?
Meski saat ini sedang reses, politisi PDI- Perjuangan itu memastikan Parlemen tetap menjalankan fungsi pengawasan. Yakni Komisi III mengawasi Polri yang akan menyelidiki kasus ini, Komisi IX dengan Kementerian Kesehatan, dan Komisi XI dengan Bea Cukai.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV