> >

Klaim Putri Candrawathi Tak Cukup Buktikan Kekerasan Seksual, Potensi Sambo Dihukum Berat Terbuka

Hukum | 10 Oktober 2022, 23:25 WIB
Foto Irjen Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi. (Sumber: Grid.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Keterangan Putri Candrawathi saja disebut tidak cukup untuk membuktikan adanya kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Demikian hal tersebut disampaikan oleh Guru Besar Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho.

Baca Juga: PN Jaksel Bersiap Sidangkan Ferdy Sambo, Mulai dari Penunjukan Hakim hingga Jadwal Sidang

Menurut Hibnu, harus ada bukti lainnya untuk memperkuat keterangan Putri Candrawathi yang mengeklaim telah menjadi korban kekerasan seksual.

"Keterangan itu tidak bisa (jadi bukti). Keterangan korban bernilai," kata Hibnu dikutip dari Kompas.com di Jakarta pada Senin (10/10/2022).

"Tapi harus didukung dengan alat bukti yang lain. Suatu bukti bernilai apabila terkait dengan bukti yang lainnya."

Hibnu menilai jika Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi bisa membuktikan dugaan kekerasan seksual, ada kemungkinan hukuman para tersangka pembunuhan berencana itu bisa lebih ringan.

Tapi sebaliknya, jika tak ada bukti kuat terkait motif yang dituduhkan, besar peluang Ferdy Sambo dan tersangka lainnya dijatuhi hukuman maksimal berupa hukuman mati.

Baca Juga: Gayus Lumbuun Nilai Hakim Tidak akan Menghukum Ferdy Sambo Seberat-beratnya

"Tergantung nanti di pembuktian motifnya seperti apa. Hakim akan menilai nanti apakah motif itu mempunyai nilai atau tidak," ujar Hibnu.

"Kalau itu memang ada nilai buktinya ya bisa pengurangan, misalnya pidana seumur hidup atau 20 tahun."

Dengan situasi demikian, menurut Hibnu, peluang Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan kawan-kawan dijatuhi hukuman maksimal masih sangat terbuka lebar.

"Masih sangat mungkin (Ferdy Sambo dijatuhi hukuman maksimal). Ini kan belum pembuktian," ucap Hibnu.

Lebih lanjut, Hibnu memperkirakan proses pengadilan terhadap Ferdy Sambo akan berlangsung selama kurang lebih selama 3 bulan.

Baca Juga: Hari ini Kejaksaan Agung Limpahkan Berkas Perkara Ferdy Sambo ke PN Jakarta Selatan

Jika dalam jangka waktu tersebut bisa diselesaikan, pada Desember mendatang kasus Ferdy Sambo dan tersangka lainnya seharusnya sudah rampung.

"Mudah-mudahan tiga bulan selesai, karena kalau sampai upaya paksa lebih dari itu maka terdakwa harus dilepaskan," kata Hibnu.

 

Sebelumnya, Ferdy Sambo masih bersikeras bahwa motifnya melakukan pembunuhan terhadap Brigadir J karena ajudannya itu disebut telah melakukan kekerasan seksual terhadap istrinya.

Adapun berkas perkara kasus kematian Brigadir J telah dilimpahkan Kejaksaan Agung ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Artinya, peradilan kasus ini akan segera dimulai.

Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi hanya dua dari lima tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Tiga tersangka lainnya yakni Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf.

Baca Juga: Kamaruddin Geram Ferdy Sambo Masih Cari-Cari Alasan: Kalau Bandel, Semua Kasus Dia Saya Buka

Kelima tersangka itu kemudian disangkakan perbuatan pembunuhan berencana dan dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Ancaman pidananya maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.

Tak hanya pembunuhan, kematian Brigadir J juga berbuntut pada kasus obstruction of justice atau tindakan menghalang-halangi penyidikan yang menjerat tujuh personel Polri.

Lagi-lagi, Ferdy Sambo menjadi salah satu tersangka dalam perkara ini. Sedangkan enam tersangka lainnya yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.

Baca Juga: Ayah Brigadir J Jawab Minta Maaf Ferdy Sambo: Nanti Setelah Proses Hukum, Baru Bicara Maaf-maafan

Para tersangka dijerat Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancamannya bisa 8 hingga 10 tahun penjara.

Mereka juga dikenakan Pasal 221 Ayat (1) dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana penjara 9 bulan hingga 4 tahun kurungan.

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas com


TERBARU