Pengamat Minta Menteri ATR Koreksi Kebijakan: Wibawa, Harga Diri Tidak Dibangun oleh Atribut Militer
Peristiwa | 28 Juli 2022, 10:15 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Pengamat Politik Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengatakan, kewibawaan dan harga diri pegawai bukan dibangun oleh tongkat komando, baret hingga tanda pangkat.
Bagi Ray, kewibaan terbangun karena adanya kejujuran, ketulusan dan prestasi dalam pengabdian.
Demikian Ray Rangkuti mengkritik kebijakan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto yang mengubah gaya berseragam jajarannya, Kamis (28/7/2022).
“Wibawa dan harga diri itu tidak dibangun oleh baju dan atribut pangkat. Tapi oleh kinerja, kejujuran, ketulusan dan prestasi,” ujar Ray.
“Pola pikir wibawa dan harga diri terletak di baju dan atribut menandakan minimnya ide kreasi dan motivasi untuk berprestasi serta melayani tapi ingin dihormati.”
Baca Juga: Gaya Baru Pegawai Kementerian ATR Dikritik, Politisi PDIP: Jangan Ada Kesan Militerisme
Menurut Ray, untuk meningkatkan wibawa sekaligus harga diri, yang terpenting dilakukan jajaran Kementerian ATR adalah menunjukkan pelayanan dan kerja prima.
“Pastilah wibawa dan harga diri meningkat. Lebih dari sekedar harga diri dan wibawa, tapi sekaligus kecintaan masyarakat atas kementerian ini,” ucap Ray.
Ray justru menganggap atribut tongkat komando, baret hingga tanda pangkat dapat disalahgunakan oleh mereka pegawai yang tidak mampu meningkatkan kinerja, membangun prestasi, dan pelayanan prima.
Oleh karenanya, Ray berharap kebijakan Menteri ATR Hadi Tjahjanto soal atribut jajarannya dikoreksi kembali.
“Sudah terlalu banyak lembaga, organisasi dan wadah dengan atribut-atribut mirip atribut militer di sekitar masyarakat. Itu sudah lebih dari cukup,” ujar Ray.
Baca Juga: Mirip Tentara, Tongkat dan Baret Jadi Atribut Baru Pegawai Kementerian ATR/BPN
“Jangan ditambah lagi oleh kementerian yang sama sekali tidak memiliki hubungan struktural dan fungsional dengan militer.”
Selain itu, Ray menambahkan, kementerian adalah jabatan sipil sehingga sudah semestinya segala atribut yang menyertai melambangkan simbol jabatan sipil itu bukan sebaliknya.
“Di negara demokrasi, pemakaian atribut yang mengarah kepada atribut militer sebaiknya diminimalisasi,” ucapnya.
“Militer itu sangat spesifik dan karenanya spesifikasinya harus tetap dijaga. Segala macam atribut yang dikenakan tidak berhubungan dengan dunia militer sebaiknya ditanggalkan.”
Sebelumnya, Menteri ATR Hadi Tjahjanto membuat kebijakan dengan menambahkan atribut tongkat komando, baret, dan tanda pangkat kepada seluruh jajaran Kementerian ATR/BPN.
Baca Juga: Peringatan Hadi Tjahjanto buat Jajaran Kementerian ATR/BPN : Lakukan Pungli, Tidak Ada Ampun!
Hadi mengatakan, tongkat komando dan baret diberikan dengan tujuan para Kakanwil BPN Provinsi dan Kakantah dapat lebih percaya diri dalam melaksanakan pekerjaan.
Sebab, dirinya telah meminta kepada kepala daerah agar Kakanwil dan Kakantah masuk ke dalam Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Plus.
“Kementerian ATR/BPN memerlukan keikutsertaan para gubernur, kepolisian, aparat penegak hukum, dan lembaga peradilan dalam melaksanakan tugas,” kata Hadi.
“Untuk itu, untuk menciptakan suatu performance dan koordinasi yang baik, saya selalu menyampaikan ke gubernur agar kepala kantor dapat masuk ke Forkopimda Plus.”
Baca Juga: Kementerian ATR Akui Mafia Tanah Punya Jaringan Luas dan Modus yang Beragam
Dalam harapannya, Hadi mengingin atribut baru tidak hanya memberikan kepercayaan tapi juga dapat menjaga kewibawaan.
“Kakanwil dan Kakantah menjaga kewibawaan untuk melaksanakan tugas, selanjutnya kita ciptakan kesetaraan dengan aparat penegak hukum di daerah. Tongkat komando dan baret adalah bentuk kesetaraan itu,” jelas Hadi Tjahjanto.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV