> >

Kisah Umar Gani, Warga Terakhir yang Jumpa Bung Karno dan Pemain Tonil Tersisa Bikinan Bung Besar

Peristiwa | 1 Juni 2022, 10:34 WIB
Situs rumah Bung Karno di Ende. Dikisahkan juga seorang warga bernama Umar Ghani, pemain sandiwara terakhir Bung Karno saat beliau diasingkan (Sumber: kompas.com/Markus Makur)

Ny Nur Laela (52), seorang menantunya, membantu dengan memegangi tangan kirinya. Menurut Ny Nur, ketika disampaikan ada wartawan yang mau wawancara seputar Bung Karno, Umar langsung antusias dan lupa akan kelemahan tubuhnya.

Umar minta digantikan baju dengan kaus yang ”berbau” Bung Karno, kaus merah berkerah, kenang-kenangan dari Yayasan Bung Karno.

”Maaf, saya kurang dengar Nak, maklum sudah tua,” kata bapak dari 5 anak dan 23 cucu itu sembari duduk di kursi plastik, saat memulai pembicaraan. Untuk berbicara dengan Umar, suara harus dikeraskan.

Sejumlah kata atau topik pembicaraan pun harus diulang-ulang untuk merangsang daya ingatnya.

Waktu Bung Karno tiba di Ende, Umar berusia 17 tahun. Grup Tonil Kelimoetoe yang dibentuk Bung Karno mulai pentas tahun 1936.

Umar masih ingat benar jumlah anggota tonil ada 47 orang, dan yang biasa pentas di gedung Paroki Imakulata, Ende, sekitar 10 orang.

Selain Umar, semua anggota tonil Kelimoetoe kini telah tiada.

Baca Juga: Cerita Mistis Penjaga Serambi Bung Karno di Ende, Kalau Malam Hari Serasa Ada yang Duduk

Bung Karno dan Inggit 

Umar mengenang, yang mengarang naskah cerita dan menyutradarai adalah Bung Karno. Bahkan, yang membuat layar atau dekorasi panggung, termasuk kostum lakon sandiwara, juga Bung Karno dibantu istrinya, Inggit Garnasih, serta anaknya, Ratna Djoeami.

Menurut Umar, selama dibuang di Ende, Bung Karno membuat 12 naskah tonil. Semuanya bernapaskan revolusi menuju kemerdekaan Indonesia.

Judul naskah itu antara lain Rahasia Kelimoetoe, Rendo, Jula Gubi, KutKutbi, Anak Haram Jadah, Maha Iblis, Aero Dinamit, Dr Setan, Nggera Ende, Amuk atau Nggera Ende II, Sanghai Rumba, dan Indonesia’ 45.

Umar ikut bermain dalam sandiwara berjudul Rahasia Kelimoetoe dan Rendo.

Ia pun mengisahkan, Bung Karno juga sering duduk di sebuah batu di bawah pohon sukun, yang terletak di Lapangan Perse (sekarang Lapangan Pancasila).

Di bawah pohon sukun itu, Bung Karno banyak merenung. Konon di situ pula Bung Karno mendapatkan inspirasi tentang Pancasila yang kini menjadi dasar negara.

”Bung Karno suka duduk menghadap ke pantai, biasanya sehabis shalat subuh atau saat bulan terang. Beliau keluar rumah untuk jalan-jalan ke pantai, lalu duduk-duduk di bawah pohon sukun itu,” ujar Umar.

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU