YLKI Minta Pemerintah Larang Iklan Rokok Elektrik di Medsos, Klaimnya Menyesatkan
Peristiwa | 30 Maret 2022, 15:12 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV — Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah larang iklan rokok elektrik di media sosial lewat wacana amandemen PP 109/2012 tentang Pengamanan Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Hal ini berdasar pada hasil riset YLKI bersama Vital Strategis yang menyebut bahwa iklan rokok diranah digital sangat masif dilakukan selama pandemi COVID-19 terutama di Instagram.
"68 persen adalah iklan rokok elektrik sebanyak 1.167 unggahan. Lebih dari separuh, 58 persen diiklankan di Instagram," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam konferensi pers yang dipantau KOMPAS.TV secara daring, Rabu (30/3/2022).
Ia juga menerangkan, pentingnya larangan iklan rokok elektrik perlu dilakukan. Dari hasil riset menunjukkan, pesan yang dibawa oleh iklan tersebut condong membentuk opini kepada anak muda bahwa rokok elektrik tidak berbahaya.
Padahal, lanjut Tulus, ada kandungan nikotin di dalamnya yang jelas-jelas masuk dalam kategori zat adiktif.
"Iklan rokok elektrik membentuk opini bahwa rokok tersebut adalah produk konsumsi harian dan tidak berbahaya," terangnya.
Ironisnya lagi, kata Tulus, rokok elektrik kini justru sering muncul di beberapa kanal media sosial para influencer dengan adegan tanpa sensor dan dipromosikan secara halus.
Baca Juga: Bahaya Menggunakan Rokok Elektrik Bagi Kesehatan, Apa Saja?
Tak hanya itu, Tulus juga mengklaim sesat pada sejumlah iklan yang menyebut rokok elektrik bisa menjadi medium untuk berhenti merokok tembakau atau konvensional.
"Klaim menyesatkan kalau rokok elektrik bisa menjadi medium agar bisa berhenti merokok," ujarnya.
Sebab realitanya, kata Tulus, rokok elektrik saat ini justru menjadi pintu masuk anak muda usia di bawah 18 tahun untuk mengonsumsi rokok konvensional. Bahkan, memilih untuk mengonsumsi keduanya.
Oleh karena itu, ia meminta kepada pemerintah untuk lebih ketat mengatur soal iklan rokok elektrik di Indonesia.
Menurutnya, langkah itu paling tepat dilakukan di tengah pemerintah yang justru gencar menjadikan rokok sebagai salah satu investasi bidang ekonomi.
"Negara kadung terjerembab sama rokok elektrik karena pabrik rokok elektrik dianggap sebagai investasi padahal ini adalah bentuk adiktif," kata Tulus.
Adapun hal yang bisa dilakukan saat amandemen PP 109/2012 yaitu dengan menambah bab khusus mengenai rokok elektrik yang salah satu pasalnya mengatur soal larangan iklan secara total.
"Sekarang karena rokok elektrik (rotrik) sudah mewabah, maka perlu ada bab khusus yang mengatur rotrik itu. Satu pasalnya larangan iklan rotrik secara total. Itu soft karena yang dilarang bukan rotriknya, tapi hanya iklan promosi di media apapun," pungkasnya.
Baca Juga: Rokok Elektrik Vs Rokok Tradisional
Penulis : Nurul Fitriana Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV