Pengamat: Pasokan Minyak Goreng Ada Usai Pemerintah Cabut HET, Bukti Selama Ini Ditimbun Distributor
Berita utama | 17 Maret 2022, 15:13 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Direktur Center Of Economic And Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, ketersediaan minyak goreng di pasar tradisional maupun swalayan pasca-kebijakan baru pemerintah membuktikan jika pasokannya selama ini ditahan atau ditimbun oleh distributor.
Bagi Bhima, kebijakan menyerahkan harga minyak goreng pada mekanisme pasar menunjukkan jika pemerintah tidak konsisten.
Demikian Direktur Center Of Economic And Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira dalam wawancaranya bersama Jurnalis KOMPAS TV Thifal Solesa Waldi, Kamis (17/3/2022).
“Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dalam mengatur minyak goreng ini cukup riskan dimanfaatkan oleh oknum, misalnya 1 hari setelah pengumuman HET dicabut tiba-tiba toko-toko ritel sudah menyediakan kembali pasokan minyak goreng,” kata Bhima.
“Berarti selama ini pasokan ada, tetapi di tahan ataupun ditimbun oleh distributor, nah ini perlu adanya penegakan hukum sebenarnya,” tambah Bhima.
Baca Juga: Bukan Sulap Bukan Sihir Minyak Goreng Tersedia Lagi, tapi Ibu-Ibu Menjerit: Ini Kelewatan Mahalnya!
Bhima lebih lanjut berpendapat HET minyak goreng yang dilepas menjadi mekanisme pasar tentu momentumnya tidak tepat untuk minyak goreng kemasan.
“Karena minyak goreng kemasan itu pada saat Ramadan biasanya terjadi kenaikan 20 persen permintaan. Kemudian pada saat idul Fitri bisa sampai 40 persen lebih permintaan naik ketimbang bulan lainnya,” ujar Bhimo.
“Artinya dalam situasi menghadapi Ramadan ketika HET itu kemudian dilepas dan kebijakan minyak goreng diserahkan kepada pasar ini akan sangat merugikan konsumen dari kelas menengah juga rumah tangga dan industry-industri skala kecil yang membutuhkan minyak goreng kemasan,” tambahnya.
Bagi Bhimo, keputusan pemerintah mencabut HET minyak goreng dan menyerahkannya ke mekanisme pasar justru membuktikan pemerintah lepas tangan terhadap persoalan ini.
“Ini akan berdampak kepada daya beli masyarakat, kepada inflasi yang jauh lebih tinggi, apalagi momentumnya bertepatan dengan perlakuan PPN menjadi 11 persen pada bulan April,” ucapnya.
Baca Juga: Pengamat: Pemerintah Inkonsisten Lindung Rakyat dari Mahalnya Harga Minyak
Lebih lanjut, Bhimo menambahkan yang lebih harus dikoreksi adalah ketika minyak goreng itu kemudian subsidinya dialihkan kepada minyak goreng curah. Pengawasan dari minyak goreng curah ini juga menjadi sama susah, sebab tidak ada barcode dan tidak ada kode produksinya.
“Sehingga sulit untuk dilakukan penelusuran apakah ditimbun, apakah kemudian tepat sasaran dan minyak goreng curah ini rentan subsidinya, tidak memadai karena yang terjadi ketika minyak goreng kemasan dilepas HET-nya maka akan terjadi migrasi yang sebelumnya mengonsumsi minyak goreng kemasan itu akan memburu minyak goreng curah karena disparitas harganya jauh,” ujarnya.
“Kemudian juga minyak goreng curah ini rentan untuk disalahgunakan dengan dioplos dengan minyak goreng jelantah ataupun minyak goreng sisa pembuangan ini yang mengakibatkan efektivitas dari intervensi pemerintah dipertanyakan, subsidi saja melalui minyak goreng kemasan itu tidak efektif,” tambahnya.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV