> >

Buntut Kasus Nurhayati, ICW Anggap Kapolres Cirebon Terbukti Tidak Profesional

Hukum | 1 Maret 2022, 11:36 WIB
Kapolres Cirebon Kota AKBP Fahri Siregar (tengah) saat memberi keterangan kepada media di Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (19/2/2022). (Sumber: Kompastv/Ant)

 

JAKARTA, KOMPAS.TV- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera menegur dan mengevaluasi Kapolres Cirebon.

Sebab Kapolres Cirebon terbukti tidak professional mengawasi bawahannya sehingga keliru menetapkan pelapor dugaan korupsi bernama Nurhayati sebagai tersangka pada perkara korupsi pada APBDes Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon Tahun Anggaran 2018, 2019 dan 2020.

Demikian Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya kepada KOMPAS TV, Selasa (1/3/2022).

“Karena terbukti tidak profesional dalam mengawasi tugas bawahannya saat menangani perkara korupsi di Desa Citemu,” ujar Kurnia.

Baca Juga: ICW Desak Propam Polri Panggil Penyidik Polres Cirebon yang Tetapkan Tersangka Nurhayati

Selain itu, ICW juga mendesak Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri segera memanggil dan memeriksa penyidik Polres Cirebon yang menetapkan tersangka Nurhayati.

“Sebab, para penyidik itu berpotensi melanggar kode etik Polri, khususnya Pasal 10 ayat (1) huruf a dan d Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006 terkait Etika dalam Hubungan dengan Masyarakat,” ucap Kurnia Ramadhana.

Dalam perkara Nurhayati yang menjadi sorotan publik, sejumlah pejabat ramai-ramai mengonfirmasi kekeliruan Polres Cirebon dalam menetapkan tersangka. Antara lain, Kepala Badan Resor Kriminal Polri (Kabareskrim) dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam).

Keduanya menyebutkan bahwa penetapan tersangka Nurhayati tidak didasarkan bukti permulaan yang cukup, sehingga ke depan aparat penegak hukum, baik Kepolisian atau Kejaksaan, akan segera menghentikan penyidikannya.

Baca Juga: Soal Kasus Nurhayati, Komisi III DPR: Peringatan buat Polri, Jangan Main-Main dalam Menegakkan Hukum

“Sebagaimana diketahui, sejak awal masyarakat sudah menduga adanya kejanggalan di balik penetapan tersangka yang dilakukan oleh Polres Cirebon,” kata Kurnia.

“Betapa tidak, berdasarkan pengakuan Ketua Badan Permusyawaratan Desa Citemu, terbongkarnya perkara korupsi yang menyeret Kepala Desa di wilayah tersebut justru didapatkan berkat informasi dari Nurhayati,” tambahnya.

Sehingga, lanjut Kurnia, dengan logika sederhana, bagaimana mungkin Nurhayati yang memberikan informasi, justru dirinya ditetapkan sebagai tersangka.

“Langkah hukum Polres Cirebon yang terkesan dipaksakan ini menimbulkan sejumlah persoalan serius,” ucap Kurnia.

“Pertama, nama baik Nurhayati telah tercemar akibat status tersangka yang disematkan Polres Cirebon. Kedua, penetapan tersangka kepada pihak yang diduga memberikan informasi berpotensi besar menyurutkan langkah masyarakat untuk berkontribusi dalam isu pemberantasan korupsi,” tambah Kurnia.

Baca Juga: Kabareskrim Polri: Penyidik Polres Cirebon Tetapkan Nurhayati Tersangka Atas Petunjuk Jaksa

ICW berpandangan, lanjut Kurnia, permasalahan ini semestinya tidak terjadi jika saja Polres Cirebon bertindak profesional, setidaknya memahami perbedaan perbuatan pidana dan administratif serta ketentuan “Alasan Pembenar” dalam hukum pidana yang disebutkan Pasal 51 KUHP.

‘Penting untuk ditekankan, Pasal 41 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah menjamin adanya peran serta masyarakat, salah satunya terkait hak memberikan informasi dugaan korupsi kepada aparat penegak hukum dan mendapatkan perlindungan hukum,” tegasnya.

Maka dari itu, kata Kurnia, sejak awal Indonesia Corruption Watch (ICW) menyerukan dua hal.

“Yakni, desakan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk segera memberikan perlindungan hukum kepada Nurhayati dan permintaan supervisi dari KPK terhadap kinerja Polres dan Kejari Cirebon,” ujarnya.

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU