KPAI dan Pakar Pidana Pertanyakan Ketiadaan Sanksi Kebiri bagi Herry Wirawan
Peristiwa | 15 Februari 2022, 22:31 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Tidak adanya hukuman tambahan yaitu kebiri kimia bagi Herry Wirawan, terdakwa pemerkosa 13 santriwati, dipertanyakan pakar hukum dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Menurut pakar hukum pidana Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad, hukuman kebiri tambahan sangat mungkin untuk diterapkan kepada Herry Wirawan.
Sebab menurutnya, secara normatif, kebiri kimia sudah diatur dalam undang-undang. Sementara, Herry Wirawan sendiri melakukan kekerasan seksual berupa tindak pidana pencabulan yang bisa dihukum dengan sanksi tersebut.
“Dimungkinkan, sangat dimungkinkan (penerapan kebiri kimia),” ujar Suparji, Selasa (15/2/2022).
Baca Juga: Herry Wirawan Divonis Seumur Hidup, Komnas PA: Keluarga Korban Kecewa dan Berharap JPU Banding
Memang, kata dia, ada dilema sebab majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung telah menjatuhkan vonis seumur hidup kepada Herry.
Dengan vonis seumur hidup, tentu hukuman tambahan kebiri kimia dipandang tidak perlu, karena Herry akan menghabiskan hidupnya di penjara.
“Kebiri kimia itu kan hukuman tambahan setelah menjalani pidana pokoknya. Jadi dipandang untuk apa ada kebiri tambahan lagi?” kata Suparji.
Namun menurutnya, tetap perlu memberikan hukuman tambahan kebiri kimia. Dengan pertimbangan, hukuman Herry mungkin saja dikurangi dalam masa banding.
Baca Juga: Pakar Pidana Nilai Jaksa Bisa Banding untuk Penuhi Rasa Keadilan Korban Perkosaan Herry Wirawan
“Hakim tidak berhitung seandainya nanti, hukuman dianulir dan diputuskan lebih rendah misalnya menjadi 15 tahun,” paparnya.
Karena itu, menurut Suparji, tetap perlu hukuman tambahan kebiri kimia sebagai antisipasi jika hukuman Herry dikurangi dalam tahap upaya hukum lanjutan.
“Maka kita sayangkan kenapa tidak ada kebirinya,” ujarnya.
Hal yang sama diungkapkan Komisioner KPAI Retno Listyarti. Dia mengatakan, seharusnya ada antisipasi jika ternyata vonis Herry Wirawan diperpendek melalui upaya hukum di tingkat banding.
“Harusnya ini dipertimbangkan juga,” paparnya.
Dia menilai banyak masyarakat yang geram dengan perbuatan Herry juga mempertanyakan tidak adanya vonis tambahan kebiri kimia.
Baca Juga: Komnas PA Mengaku Kecewa Atas Putusan Hakim Soal Vonis Herry Wirawan
Menentang Kebiri
Sementara itu, Direktur Eksekutif Human Right Working Group Daniel Awigra tidak setuju dengan hukuman kebiri kimia.
Dia menegaskan, perbuatan Herry Wirawan memang sangat keji dan pantas dikutuk. Namun itu tidak berarti hukuman mati dan kebiri kimia bisa diterapkan.
Menurutnya, hukuman mati dan kebiri kimia adalah bentuk penyiksaan yang disponsori negara.
“Jadi negara mendukung upaya penyiksaan,” katanya.
Padahal, disebutkan Daniel, Indonesia sudah meratifikasi konvensi anti penyiksaan. Menyetujui hukuman mati dan kebiri kimia sama saja mendukung negara melakukan penyiksaan.
Apalagi, kata dia, tidak ada kaitannya antara penerapan kebiri kimia dengan efek jera.
Dia menilai negara, dan masyarakat seharusnya berfokus pada pemulihan dan perlindungan para korban untuk menjalani kehidupan mereka kembali.
“Jangan kita mendukung hukuman yang tidak manusiawi,” tuturnya.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung memvonis Herry Wirawan hukuman penjara seumur hidup.
Hakim mengatakan, Herry terbukti melakukan pemerkosaan terhadap 13 santriwati di bawah umur.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Herry dengan hukuman mati.
Herry dianggap terbukti bersalah melanggar Pasal 81 ayat 1 ayat 3 dan ayat 5 jo Pasal 76d UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Penulis : Vidi Batlolone Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV