> >

Jaksa Agung soal Kasus Helikopter AW-101 di KPK: Kita Tidak Bisa Saling Mendahului

Berita utama | 14 Januari 2022, 14:38 WIB
Jaksa Agung Sanitary Burhanuddin memberikan update soal indikasi korupsi pengadaan pesawat ATR 72-600 di Garuda Indonesia. (Sumber: Tangkapan Live Report Kompas TV/Ninuk)

Sebelumnya diberitakan KOMPAS TV, Wakil Ketua KPK saat itu,  Laode M Syarif mengungkapkan pihaknya mengalami kendala dalam penanganan kasus ini.

Menurut Laode ada kompleksitas penanganan dan pengumpulan alat bukti. Padahal, KPK telah berkoordinasi dengan POM TNI untuk pengungkapan kasus.

"KPK menangani satu orang pihak swasta, sedangkan POM TNI menangani tersangka dengan latar belakang militer," kata Laode melalui keterangan tertulis, Selasa (12/11/2019).

TNI telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya TNI FA, dan pejabat pemegang kas Letkol administrasi WW.

Lainnya, staf pejabat pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.

Baca Juga: Kejagung Mulai Penyidikan Proyek Satelit di Kemhan yang Rugikan Negara Hampir Rp1 Triliun

Selanjutnya, staf pejabat pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.

Sementara, KPK menetapkan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka.

Sebagai informasi, kasus ini bermula saat TNI Angkatan Udara melakukan pengadaan satu unit helikopter AgustaWestland AW-101 pada 2016 lalu.

Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) saat itu, Marsekal Agus Supriatna menyebut pihaknya akan membeli enam unit helikopter yang berasal dari Inggris tersebut.

Rinciannya, tiga unit untuk alat angkut berat dan tiga unit untuk kendaraan VVIP.

Namun, Presiden Jokowi pada Desember 2015 telah menolak usulan pengadaan helikopter tersebut, atas alasan harga helikopter tersebut terlalu mahal di tengah kondisi perekonomian nasional yang belum terlalu bangkit.

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU