Cegah Kekerasan Seksual di satuan Pendidikan, Orang Tua Harus Punya Akses Komunikasi dengan Anak
Update | 1 Januari 2022, 18:48 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Orang tua siswa harus memiliki akses untuk menghubungi anak-anaknya yang bersekolah di satuan pendidikan berbasis asrama, seperti pesantren. Hal tu untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual.
Penjelasan itu disampaikan oleh Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti saat menjadi narasumber di Kompas Petang Kompas TV, Sabtu (1/1/2022).
“Orang tua harus punya akses kepada anak-anak mereka untuk bisa memastikan, misalnya video call, pastikan juga apakah ada CCTV di setiap tempat yang blank spot misalnya,” tegasnya.
Baca Juga: KPAI Desak Kemenag Terbitkan Aturan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan
Selain akses komunikasi dengan anak, orang tua juga memiliki peran penting untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di satuan pendidikan.
Orang tua, lanjut dia, harus memastikan apakah pondok pesantren maupun sekolah berbasis asrama lainnya memiliki rekam jejak terkait kekerasan di satuan pendidikan.
“Punya sistem pengaduan nggak, punya sistem pengawasan nggak, ada satgas antikekerasan nggak, punya SOP nggak kalau terjadi kekerasan apa yang harus dilakukan.”
Sementara, dari pihak sekolah sendiri, selain harus memiliki pengaduan internal, sebaiknya juga mencantumkan nomor kontak portal pengaduan lain, seperti KPAI, KPAD, dll.
“Harusnya dicantumkan di plang di sekolah maupun pondok pesantren, dengan mencantumkan misalnya nomor pengaduan KPAI, KPAD, Dinas PPPA, Dinsos setempat, jadi kalau punya alternatif lain, saya kira mereka berani untuk bersuara,” jelasnya.
Sebab, kata dia selama ini kekerasan seksual di satuan pendidikan seperti gunung es. Ada kasus-kasus lain yang tidak terlaporkan, karena berbagai sebab, termasuk kekhawatiran atau ketakutan untuk melapor.
Selain itu, para korban belum tentu juga itu didukung, sehingga korban tidak berani speak up, tidak ada sistem pengaduan juga.
Baca Juga: Ini Pengakuan Syakur, Pimpinan Ponpes yang Perkosa Santriwatinya hingga Melahirkan!
“Jadi kami lihat di kasus-kasus ini tidak memiliki sistem pengaduan. Sistem pengaduan di pesantren saja tidak ada, apalagi pengaduan tidak tunggal, kami memang mendorong pengaduan tidak tunggal.”
Lemahnya sistem pengawasan di lingkungan asrama juga menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual pada siswa maupun siswi. Oleh sebab itu, dia meyarankan pengawasan berlapis.
“Ternyata di data kami, dari 197 korban, 126 adalah perempuan dan 71 laki-laki. Jadi, anak laki-laki maupun perempuan rentan mengalami kekerasan seksual.”
“Modusnya pun beragam, mulai dari diiming-imingi sam[ai diancam. Ini yang kemudian membuat kita prihatin,” tuturnya.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV