Rekomendasi NU soal Tanah yang Dikuasai Para Pejabat Negara: Bikin Regulasi, Batasi Kepemilikan!
Laporan khusus | 28 Desember 2021, 11:10 WIBIa lalu meminta agar pemerintah harus menyusun regulasi yang memberikan pola kerja sama dalam rangka investasi dengan kepemilikan tanah tetap ada di tangan rakyat. Sebab negara memang mesti hadir di dalam setiap sengketa pertanahan untuk menegakkan prinsip perlindungan warga.
Baca Juga: Tutup Muktamar NU, Wapres : Banyak yang Mengira akan Panas, Nyatanya Damai dan Aman
Begitu pula soal pengelolaan sumber daya secara adil dan menjaga hak masing-masing pihak, sesuai dengan prinsip persamaan di muka hukum.
Dalam Islam, lanjut Alissa, merampas tanah merupakan tindakan berdosa. Baik yang dilakukan dengan perampasan hak milik perseorangan maupun hak pengelolaan atas tanah tertentu.
Karena itu, Muktamar NU merekomendasikan agar penegakan hukum atas sengketa pertanahan harus ditujukan untuk mencegah terjadinya perampasan.
“Terutama dalam hal perampasan dilakukan oleh kelompok yang lebih berkuasa terhadap kelompok rakyat lemah,” kata Alissa.
Dalam jurnal berjudul Enam Dekade Ketimpangan Masalah Penguasaan Tanah di Indonesia (2011) yang diterbitkan KPA Agrarian Resource Center Bina Desa Konsorsium Pembaruan Agraria disebutkan bahwa luas daratan di Indonesia sekitar 190 juta hektare.
Dari total luasan itu, 62 persen di antaranya telah dialokasikan dan/atau dikuasai oleh korporasi, sedangkan Gini Rasio Penguasaan Tanah oleh kaum tani hanya 0,72 persen. Dengan kata lain, telah terjadi ketimpangan penguasaan tanah yang sangat lebar, serius, dan akan terus bertambah.
“Peningkatan investasi internasional yang mengikutkan pelepasan tanah atau persewaan tanah rakyat dalam jangka panjang (dan bisa diperpanjang lagi) dan tereduksinya tenaga kerja domestik semakin memperberat problema kemiskinan,” kata Alissa.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV