> >

Gubernur Banten Polisikan Buruh yang Duduki Ruang Kerjanya, IPW Minta Pendekatan Restorative Justice

Hukum | 27 Desember 2021, 20:34 WIB
Sejumlah buruh tampak menduduki ruang kerja Gubernur Banten Wahidin Halim. Mereka kecewa karena sang gubernur tidak kunjung menemui buruh untuk duduk bersama, berdiskusi soal revisi SK UMK 2022. (Sumber: Tangkapan layar video)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso angkat bicara terkait sikap Gubernur Banten Wahidin Halim yang melaporkan buruh ke polisi usai menduduki ruang kerjanya.

Alhasil, sebanyak enam buruh ditetapkan sebagai tersangka dan diamankan pihak kepolisian. Keenam buruh yang ditangkap itu masing-masing berinisial AP, warga asal Tigaraksa; SH (33) pria asal Citangkil, Cilegon.

Baca Juga: Gubernur Banten Geram Ruang Kerjanya Diduduki Buruh, Kapolda Justru Sayangkan Nihil Pejabat Pemprov

Kemudian, SR (22) perempuan warga Cikupa, Tangerang; SWP (20) perempuan warga Kresek, Tangerang; OS (28) pria asal Cisoka, Tangerang; dan terakhir MHF pria asal Cikedal Pandeglang. 

Namun demikian, menurut Sugeng, dalam kasus ini diperlukan pendekatan restorative justice atau keadilan restoratif.

“Proses hukum atas laporan Gubernur Banten perlu direspons secara proporsional dan professional,” kata Sugeng dalam keterangan resminya di Jakarta pada Senin (27/12/2021).

“Bahkan bila perlu diterapkan 'restorative justice' dalam kasus ini bila memenuhi syarat untuk itu.”

Baca Juga: Ujung Penggerudukan Kantor Gubernur Banten, Polda Tetapkan 6 Buruh Jadi Tersangka

Sugeng mengatakan, pihaknya berpendapat bahwa unjuk rasa adalah hak warga negara untuk menyampaikan aspirasi di muka umum.

Termasuk, para buruh di Banten yang memperjuangkan hak-haknya karena hal tersebut adalah keniscayaan dalam demokrasi.

Akan tetapi, kata dia, hak demokrasi itu dibatasi dengan penghormatan atas hukum yang mengatur ketertiban umum dan hak-hak dari pihak lainnya.

Baca Juga: Buntut Aksi Buruh Duduki Kantor Gubernur, Wahid Halim Pecat Kepala Satpol PP

“Karena itu, tidak dibenarkan melakukan pelanggaran hukum mengatasnamakan demokrasi dalam bentuk unjuk rasa," ucap Sugeng.

Sugeng menambahkan, IPW juga menyoroti sikap pihak Pemerintah Provinsi Banten karena tidak ada pejabat yang representatif untuk menerima unjuk rasa buruh tersebut.

“Karena sikap abai mendengar aspirasi buruh dengan tidak adanya gubernur atau sekdaprov yang menerima, juga bisa menjadi pemicu adanya unras (unjuk rasa) yang kebablasan tersebut,” ucap Sugeng.

Baca Juga: Wagub soal Pengusaha Keberatan UMP DKI: Kalau Ingin Sukses Harus Perhatikan Kesejahteraan Buruh

Sebelumnya, beberapa oknum buruh menerobos masuk ke dalam ruang kerja Gubernur Banten pada aksi demo menuntut revisi upah minimum provinsi, Rabu (22/12/2021) lalu.

Atas ulah beberapa oknum buruh tersebut, Gubernur Banten melalui kuasa hukumnya, Asep Abdullah Busro, pada Jumat (24/12/2021) melaporkan kasus itu ke Polda Banten.

Setelah menerima laporan, Polda Banten pun bergerak cepat dengan mengamankan para pelaku. 

Mereka disangkakan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 170 KUHP tentang pengrusakan terhadap barang secara bersama-sama dan Pasal 207 KUHP tentang dengan sengaja di muka umum menghina suatu kekuasaan yang ada di Indonesia.

Baca Juga: Detik-Detik Massa Buruh Geruduk dan Acak-Acak Ruangan Gubernur Banten

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU