> >

Ekonom Nilai Penghapusan Pertalite dan Premium Kontraproduktif dengan Pemulihan Ekonomi

Update | 27 Desember 2021, 05:35 WIB
Direktur Eksekutif Core Indonesia menilai penghapusan BBM jenis Premium dan Pertalite kontraproduktif dengan pemulihan ekonomi yang masih terus didorong pada tahun 2022. (Sumber: Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Rencana penghapusan bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Pertalite ternyata kontraproduktif dengan pemulihan ekonomi yang masih terus didorong pada tahun 2022.

Penilaian itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Core Indonesia, Mohammad Faisal, Minggu (26/12/2021).

Menurut Faisal, rencana penghapusan kedua jenis BBM tersebut akan memberi dampak yang sangat besar bagi masyarakat, baik dari sisi konsumsi maupun produksi pelaku usaha.

Dampak itu terutama akan dirasakan oleh masyarakat golongan menengah ke bawah dan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Sebab, harga BBM otomatis akan memengaruhi biaya transportasi, dan itu berkorelasi kuat dengan harga sembako.

“Jadi kami menilai rencana kebijakan penghapusan Premium dan Pertalite ini tidak tepat dari sisi timing, dan juga kontraproduktif dengan pemulihan ekonomi yang masih kita terus dorong di tahun 2022,” jelasnya pada jurnalis Kompas TV, Bondan.

Baca Juga: Jika Pertalite dan Premium Dihapus, Begini Dampak BBM Beroktan Tinggi pada Kendaraan Lawas

Faisal juga menyebut bahwa sebagian besar pelaku UMKM masih menggunakan Pertalite dan Premium yang harganya lebih murah.

Jika kedua jenis BBM itu dihapuskan, jelas akan meningkatkan biaya produksi bagi pelaku usaha.

Bukan hanya itu, dampaknya juga akan menggerogoti daya beli masyarakat yang menjadi konsumen.

“Pada akhirnya akan mempengaruhi percepatan daripada pemulihan daya ekonomi kita,” tegasnya.

“Dan kita tahu, sebagian besar ekonomi kita digerakkan oleh usaha mikro, kecil, dan menengah, dan juga dari sisi konsumsi banyak digerakkan oleh golongan menengah,” lanjutnya.

Sehingga, jika dihubungkan dengan inflasi, menurutnya, pada tahun 2022 ini kita berharap ada ekspektasi inflasi yang lebih tinggi.

Tapi, inflasi yang diharapkan ini karena demand atau permintaan, bukan disebabkan kenaikan harga oleh pemerintah.

“Kita tahu, di negara-negara yang lain, yang juga mengalami krisis energi dan krisis inflasi ini muncul keresahan terhadap prospek perekonomiannya, karena inflasinya begitu tinggi.”

Baca Juga: Premium dan Pertalite Dihapus, Pengamat Ingatkan Dampak Buruk Masyarakat Bawah dan Reaksi Pertamina

“Di negara maju saja seperti itu, apalagi di negara berkembang seperti Indonesia,” lanjutnya.

Oleh sebab itu, lanjut dia, hal ini harus betul-betul menjadi perhatian. Sebab, dampaknya nanti tidak hanya secara langsung pada harga atau tarif angkutan umum, atau semua pengeluaran yang terkait dengan transportasi.

“Tapi juga akan berpengaruh secara tidak langsung kepada harga yang lain, terutama harga sembako.”

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU