ICW Eksaminasi Putusan Pinangki: Jerat Pidana Bertolak Belakang dengan Tiga Kejahatan Pinangki
Berita utama | 13 Desember 2021, 11:19 WIB
JAKARTA, KOMPAS.TV- Indonesia Corruption Watch (ICW) menginisiasi kegiatan eksaminasi publik terhadap penanganan perkara Pinangki Sirna Malasari di Kejaksaan Agung dan putusannya, baik pada tingkat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maupun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Dalam eksaminasi Pinangki, terdapat majelis eksaminator yang terdiri dari tiga orang akademisi hukum memberikan catatan kritis terkait problematika pengawasan di Kejaksaan Agung dan ketiadaan peran serta kontribusi KPK.
Demikian Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya pada Minggu, (12/12/2021).
“Jerat pidana itu bertolak belakang dengan kompleksitas kejahatan Pinangki yang melakukan tiga kejahatan sekaligus, mulai dari suap, pencucian uang, hingga permufakatan jahat,” ucap Kurnia Ramadhana terkait eksaminasi Pinangki.
“Ditambah lagi dengan sikap Kejaksaan yang tidak mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.”
Baca Juga: ICW soal 2 Tahun Jokowi-Ma’ruf: Ada Selubung Besar di Balik Pinangki yang Belum Terungkap
Seperti diberitakan KOMPAS TV, hukuman Pinangki Sirna Malasari memang dikurangi enam tahun pada tingkat banding menjadi hanya 4 tahun penjara.
Kurnia menuturkan, bagi ICW putusan Pinangki memenuhi unsur kontroversial sebab kejahatan yang ia lakukan sangat kompleks dan melibatkan buronan korupsi Joko S Tjandra.
“Konteks ini sesuai dengan jenis-jenis perkara yang layak dieksaminasi, diantaranya, kontroversial, memiliki pengaruh atau dampak sosial bagi masyarakat, dan ada indikasi mafia peradilan (judicial corruption),” ucap Kurnia.
Sementara itu, dalam perkembangan penanganan perkara Pinangki, Korps Adhyaksa terkesan tidak serius untuk membongkar kejahatan Pinangki bersama dengan Joko, Anita Kolopaking, dan Andi Irfan Jaya.
Baca Juga: Jaksa Agung Ingin Koruptor Dihukum Mati, ICW Singgung Pinangki: Tuntutan Hukumannya Sangat Rendah
“Padahal, jika dikembangkan, ada banyak oknum penegak hukum, politisi, dan pihak swasta yang dapat diminta pertanggungjawaban pidananya,” ucapnya
ICW, tegas Kurnia, sedari awal menaruh perhatian terhadap penanganan perkara Pinangki yang dilakukan oleh Kejaksaan.
Dari pantauan ICW, secara umum dapat disimpulkan bahwa Kejaksaan tidak profesional, kental dengan nuansa konflik kepentingan, bahkan diduga melindungi Pinangki.
“Kesimpulan itu bukan tanpa dasar. Pertama, Kejaksaan resisten dengan pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Kejaksaan,” ujarnya.
“Hal ini merujuk pada surat yang dilayangkan Jaksa Agung Muda Pembinaan terkait penolakan pemeriksaan Pinangki dengan alasan sudah melakukan hal sama di bidang Pengawasan Kejaksaan Agung.”
Baca Juga: Pakar Hukum Nilai Wacana Hukuman Mati Jaksa Agung Sebatas Gimmick, Pinangki Saja Dituntut Ringan
Padahal, lanjut Kurnia, Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan sudah tegas menyebutkan bahwa seluruh Jaksa, termasuk Pinangki, wajib memberikan keterangan kepada Komisi Kejaksaan dalam rangka pemeriksaan.
Kedua, Pinangki sempat ingin diberikan bantuan hukum oleh Persatuan Jaksa Indonesia. Saat itu Kejaksaan berdalih bahwa hal ini telah sesuai dengan mandat Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (ADART) Persatuan Jaksa Indonesia.
“Padahal, setelah dicermati lebih lanjut, ADART tersebut menjelaskan bahwa PJI bertujuan membela dan mendampingi anggota yang menghadapi persoalan hukum terkait dengan tugas profesinya,” jelas Kurnia.
“Dari sini saja sudah dapat dilihat bahwa argumentasi Kejaksaan lemah dan tidak tepat untuk memberikan bantuan hukum kepada Pinangki.”
Ketiga, tuntutan Kejaksaan terhadap Pinangki sangat rendah dan tidak menggambarkan pemberian efek jera.
Baca Juga: Kejagung Kasasi Djoko Tjandra, MAKI: Pinangki yang Berperan Aktif Kok Tidak Dikasasi?
Bisa dibayangkan, sambung Kurnia, Pinangki yang telah meruntuhkan citra Kejaksaan Agung dengan tindakan menerima suap dari Joko hanya dituntut 4 tahun penjara.
“Padahal, dengan status Pinangki sebagai penegak hukum mestinya ia dikenakan tuntutan yang lebih berat sebagaimana diatur dalam Pasal 52 KUHP,” ujarnya.
“Alasan ini pula yang dipergunakan oleh Kejaksaan ketika tidak mengajukan upaya kasasi. Jadi, semakin jelas problematika penanganan perkara ini yang berujung pada perlindungan Korps Adhyaksa terhadap Pinangki.”
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV