Komnas Perempuan Dorong Penerapan Restorative Justice dalam Kasus Istri Marahi Suami Mabuk
Hukum | 19 November 2021, 16:40 WIB"Ini harusnya persoalan yang bisa selesai di internal RT atau RW, kok bisa urusannya naik ke polda, ke kejaksaan tinggi, kejaksaan agung," kata Asep Iwan Iriawan.
Asep yang juga merupakan mantan hakim ini menjelaskan bahwa ada tahapan yang harus dilewati sebelum akhirnya kasus tersebut dapat menjadi perkara di meja hijau.
Pertama, harus ada laporan terlebih dahulu ke kepolisian dengan minimum dua alat bukti. Kedua, naik ke tahap penyelidikan untuk memastikan apakah ada unsur pidana atau tidak.
"Sebelum ke pengadilan kan, pertamanya di Polisi karena ada laporan. Nah, laporan itu minimum punya dua alat bukti. Lalu, mulai penyelidikan. Nah penyelidikan itu kan mencari pidana," kata Asep.
Kendati demikian, Asep menilai pada proses inilah seharusnya kasus ini sudah bisa diberhentikan dan tidak naik ke meja hijau. Sebab, menurutnya sikap istri memarahi suami lantaran sering mabuk bukan tindakan pidana.
"Nah, apakah ketika istri memarahi laki-lakinya pemabuk, penjudi, pemain perempuan itu pidana? Kan bukan. Seharusnya tidak jadi perkaranya," kata Asep.
Baca Juga: Soal Kasus Valencya, Komnas Perempuan: Ketidakmampuan Aparat Penegak Hukum Pahami UU PKDRT
Penulis : Nurul Fitriana Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV