Pangeran Kornel, Sosok di Balik Cadas Pangeran Penentang Daendels
Sosok | 19 November 2021, 09:58 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Nama Cadas Pangeran mendadak viral setelah tersiar kabar ada seorang lelaki bernama Yana Supriatna (40), yang tiba-tiba menghilang di sana.
Namun, tak lama kemudian Yana pun ditemukan di wilayah Dawuan, Kecamatan Dawuan, Kabupaten Majalengka, Jabar, Kamis (18/11/2021) sore. "Betul, Saudara Yana kami temukan di wilayah Dawuan (Majalengka) sore tadi. Yana kami temukan dalam keadaan sehat wal'afiat," ujar Kabag Ops Polres Sumedang AKP Hario Prasetyo Seno, kepada Kompas.com di rumah dinas Kapolres Sumedang, Kamis malam.
Sontak, muncul kisah-kisah mistis dan berbagai misteri dari jalan berkelok sepanjang tiga kilometer yang menghubungkan Bandung-Sumedang, Jawa Barat, ini. Memang, pemandangan jalan yang banyak ditumbuhi pepohonan tinggi itu menimbulkan aura yang sejuk.
Baca Juga: 4 Fakta Yana Sumedang Hilang Misterius, dari Mistis Cadas Pangeran hingga Prank Se-Indonesia
Di jalan itu pula terdapat patung dua sosok yang merupakan orang di balik pembangunan Cadas Pangeran ini, yaitu Pangeran Kornel yang sedang bersalaman kepada Gubernur Jenderal Belanda Herman Willem Daendels. Yang unik, Pangeran Kornel bersalaman dengan tangan kiri sementara tangan kanan memegang keris.
Patung itu dipercaya sebagai simbol perlawanan sang pangeran kepada penguasa kolonial di tanah jajahan kala itu.
Pangeran Kornel adalah nama panggilan masyarakat Sumedang kepada Bupati Sumedang tahun 1791-1828, Pangeran Kusumadinata IX. Sang pangeran oleh Belanda diangkat sebagai kolonel tituler. Istilah “kolonel” yang masih langka pada zaman itu, berubah menjadi “kornel”.
Pangeran Kusumadinata IX lahir pada tahun 1762 dengan nama Surianagara III, putra dari pasangan Adipati Surianagara II (Bupati Sumedang tahun 1761-1765) dan Nyi Mas Nagakasih.
Saat jalan Anyer-Panarukan dibuat oleh Daendels, banyak hutan dan gunung yang harus dibuka, termasuk yang melintasi Sumedang. Pangeran Kornel termasuk yang diminta mengerahkan tenaga untuk membuka kawasan hutan di sana.
Namun, hutan yang harus dibuka untuk jalan itu, terbilang sangat sulit. salah satunya kontur tanah yang berbukit. Sementara peralatan yang ada sangat minim. Upah yang dibayarkan pun sangat murah hanya 1 hingga 10 ringgit perak per meter. Inilah yang membuat banyak warga Sumedang jadi korban.
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV