Profesor Studi Islam dan Gender: Penolakan Permendikbud 30 PPKS Itu Bernilai Politis
Agama | 14 November 2021, 15:32 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Profesor studi Islam dan Gender dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, Prof. Nina Nurmila, Phd menilai penolakan beberapa pihak terhadap Permendikbud 30 PPKS bernilai politis.
Alumnus Murdoch University Australia itu lantas menilai, argumen yang kerap dilontarkan para penolak aturan soal perlindungan kekerasan seksual di lingkunga kampus yang diteken oleh Nadiem Makarim tersebut hanya memantik emosi publik semata.
Nina juga menganggap, stigma politis itu terlihat dari label atau stigma yang dilekatkan pada Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi tersebut.
Hal itu ia ungkapkan dalam sesi virtual yang diselenggarakan oleh Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (UI) sabtu kemarin.
“Kelompok penolak melabeli frasa 'tanpa persetujuan korban' pada beberapa pasal sebagai aturan yang melegalisasi zina dan hubungan seksual di luar pernikahan,” papar Nina sebagaimana dikutip KOMPAS TV dari Antara.
Baca Juga: Dituding Tidak Baca, MUI Jelaskan Dinamika Debat Ulama soal Keputusan Minta Revisi Permendikbud 30
Nina lantas menyebut, ia memikirkan kenapa diinterpretasi mereka yang menolak itu jadi jauh ke persoalan, dalam bahasa Nina, kalau disetujui korban dan jika dibolehkan maka itu (dianggap) membolehkan seks bebas.
“Hal itu dianggap sebagai legalisasi zina? Itu sesat pikir dan tidak tepat,” papar Nina.
Menurut dia, pemikiran semacam itu muncul karena kelompok penolak kurang memahami isi dan tujuan Permendikbudristek No.30/2021.
“Saya kira perlu pihak penolak membaca secara utuh, memiliki pengetahuan yang jernih (mengenai) pentingnya dimasukkan frasa tanpa persetujuan korban,” terang dia.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas TV