> >

Profil Abdoel Moeis, Sastrawan yang Mendapat Gelar Pahlawan Nasional Pertama

Sosok | 9 November 2021, 19:18 WIB
Abdoel Moeis, sosok pertama yang mendapat gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Soekarno. (Sumber: direktoratk2krs.kemsos.go.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pada 1959, pemerintah Indonesia memutuskan memberi gelar pahlawan nasional bagi para pejuang yang melawan Belanda. Abdoel Moeis adalah sosok pertama yang mendapat gelar Pahlawan Nasional sesuai keputusan Presiden Soekarno.

Abdoel Moeis adalah seorang sastrawan, politikus, dan wartawan kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat. Ia lahir pada 3 Juli 1886 dan meninggal dunia di Bandung, 17 Juni 1959.

Ayahnya berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat dan dikenal sebagai tokoh berpengaruh di masyarakat. Sementara, ibunya berasal dari Jawa. 

Baca Juga: Sosok Rohana Kuddus, Pahlawan Nasional dan Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia

Saat dewasa ia mendapat gelar Soetan Penghoeloe. Ia terkenal salah satunya berkat novelnya berjudul "Salah Asuhan".

Abdoel Moeis sempat mengenyam pendidikan di Europees Lagere School (ELS), Kleinambtenaarsexamen (Amtenar Kecil), dan Stovia (sekolah dokter) Jakarta. 

Namun, ia hanya menjalani pendidikan di Stovia selama tiga tahun dan keluar karena sakit. 

Setelah itu, Moeis mengikuti magang di Departemen van Onderwijs en Eredienst, kementerian agama dan pendidikan yang dipimpin oleh Abendanon. 

Karena sangat pandai berbahasa Belanda, ia diangkat menjadi juru ketik di departemen itu pada tahun 1903. 

Di kementerian itu, Moeis kerap menunjukkan sikap patriotiknya kepada para pegawai Belanda. Hal ini pun mengundang ketidaksukaan mereka hingga Moeis memilih keluar pada 1905.

Setelah itu, Abdoel Moeis bergabung dalam Sarekat Islam pimpinan Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Dia dipercaya menjadi pemimpin redaksi surat kabar Kaum Muda, terbitan Sarekat Islam di Bandung. 

Di dalam surat kabar itu, ia banyak menulis dengan nama sandi "A.M."

Melalui Sarekat Islam itu, ia giat mengampanyekan otonomi yang lebih luas bagi Nusantara yang masih bernama Hindia Belanda. 

Pada 18 Mei 1918, Abdoel Moeis menjabat sebagai anggota Volksraad (Dewan Perwakilan Rakyat). Karena terjadi pertentangan dalam tubuh Sarekat Islam, ia meninggalkan Jakarta dan kembali ke Sumatera Barat pada 1923. 

Baca Juga: Kerap Ditanyakan, Hari Pahlawan 10 November Besok Apakah Libur? Ini Penjelasannya

Di Sumatera Barat, ia meneruskan perjuangannya dengan memimpin harian Utusan Melaju dan harian Perobahan yang kerap mengkritik kebobrokan Belanda. 

Akan tetapi, pemerintah kolonial Belanda gerah karena keterlibatannya dalam gerakan adat dan perlawanan pada politik pajak tanah di tahun 1926/1927.

Untuk membatasi gerak politik Abdoel Moeis, Belanda “membuangnya” ke Pulau Jawa. Ketika kembali ke Jawa, ia tidak lagi melanjutkan aktivisme politiknya.

Abdoel Moeis lebih memilih menulis novel dan menerjemahkan karya sastra asing sampai dengan akhir hayatnya. 

Salah satu karyanya yang terkenal adalah novel “Salah Asuhan”. Abdoel Moeis juga menulis novel sejarah, yaitu “Surapati” dan “Robert Anak Surapati”. 

Selain menulis novel dan cerpen, Abdoel Moeis menerjemahkan novel “Tom Sawyer” karya Mark Twain ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Tom Sawyer Anak Amerika”.

Ia menerjemahkan pula karya yang dianggap sebagai novel pertama di dunia: “Don Quixote” karya Cervantes menjadi “Don Kisot” dalam bahasa Indonesia. 

Baca Juga: Ir Soeratin Soesrosoegondo, Pahlawan Nasional Sepak Bola Indonesia

A. Teeuw mengatakan bahwa Abdoel Moeis adalah orang yang termasuk golongan pertama sastrawan Indonesia yang nasionalis. 

Di sisi lain, Pamusuk Eneste memasukkan Abdoel Moeis ke dalam Angkatan Balai Pustaka karena Abdoel Moeis termasuk orang yang menerbitkan novelnya di Penerbit Balai Pustaka.

Abdoel Moeis menjadi sosok pertama yang bergelar Pahlawan Nasional sesuai Surat Keputusan (SK) Presiden Soekarno bernomor No. 2183/59 pada tanggal 30 Agustus 1959.

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : ensiklopedia.kemdikbud.go.id


TERBARU