Teluk Jakarta Terkontaminasi Parasetamol, Ini Keluh Kesah Nelayan di Muara Angke
Peristiwa | 5 Oktober 2021, 17:48 WIB"Waktu ada limbah, sempat tutup, sebulan buka, (sebulan) tutup lagi. Pembeli tidak rutin jadinya. Biasanya pembeli ke lelang (penjualan kerang) itu bisa seratus, pas ada itu jadi paling 20 orang," lanjutnya.
Baca Juga: Teluk Jakarta Terkontaminasi Paracetamol, Peneliti Minta DKI Perkuat Regulasi Limbah Industri
Sekali melaut, Agung dapat mengumpulkan sebanyak enam drum kerang dalam sekali melaut, jika sedang susah, setidaknya Agung dapat mengumpulkan sebanyak tiga drum kerang hijau.
Ia biasanya berangkat saat hari masih subuh dan kembali sebelum siang hari.
Selain menjadi nelayan kerang, Agung juga kerap menyelam untuk mencari rajungan atau kepiting.
Ia mengatakan, meskipun tercemar limbah, ia akan tetap menyelam guna mencari kepiting yang dijual untuk keesokkan harinya.
Jika kemudian limbah datang, kata Agung, maka keesokan harinya, ikan, kerang, dan biota laut lainnya ditemukan mati mengapung di laut.
"Kita tetap nyelem biarpun ada limbah. Waktu saya nyelem juga limbah sering pas banget limbah datang. Besoknya sudah, ternak dan ikan mati semua," katanya.
Baca Juga: Pemprov DKI Teliti Kontaminasi Paracetamol di Teluk Jakarta, Hasilnya 14 Hari Lagi
Namun, kata Agung, kualitas biota laut, semenjak pandemi Covid-19, justru mengalami peningkatan. Hal ini berkaitan dengan menurunnya aktivitas industri sehingga pencemaran juga berkurang.
Meksipun kualitas mengalami peningkatan, harga penjualan tetap menurun.
"Kualitas kerang sejak corona membaik memang, tapi harganya yang turun," ujarnya.
Agung mengatakan, saat ini satu ember kerang dengan berat sekitar 15 kilogram hanya terjual Rp10.000 hingga Rp16.000. Padahal, sebelumnya satu ember kerang dengan berat yang sama dapat terjual dengan harga Rp26.000.
Terakhir kali satu ember kerang terjual dengan harga Rp26.000, tuturnya, saat bulan puasa sekitar April-Mei 2021.
Penulis : Hasya Nindita Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV