KPK Ungkap Kesulitan Periksa Tersangka Kasus Korupsi KTP-el Paulus Tannos
Hukum | 1 Oktober 2021, 21:16 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui kesulitan memeriksa tersangka Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos yang saat ini diduga berada di Singapura.
Diketahui, Paulus Tannos merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (KTP-elektronik/KTP-el).
Baca Juga: 57 Pegawai KPK yang Dipecat Ingin Gugat SK Pemberhentian ke PTUN karena Dianggap Langgar Hukum
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, Paulus Tannos kini sudah berdomisili di Singapura. KPK pun telah beberapa kali mengirimkan surat panggilan kepada Paulus untuk menjalani pemeriksaan.
"Paulus Tannos domisilinya sekarang di Singapura. KPK beberapa kali sudah kembali mengirimkan surat panggilan kepada yang bersangkutan. Saya tidak tahu apakah sudah ada balasan, nanti akan kami periksa," kata Alexander di Gedung KPK, Jakarta, dikutip dari Antara, Jumat (1/10/2021).
Ia mengatakan, jika Paulus Tannos tidak bisa diperiksa di Jakarta, KPK akan meminta bantuan Biro Penyelidikan Praktik Korupsi (CPIB) Singapura agar difasilitasi untuk memeriksa Paulus Tannos.
"Misalnya, kalau tak bisa diperiksa di KPK karena yang bersangkutan masih di Singapura, tentu kami akan minta bantuan CPIB supaya difasilitasi untuk dilakukan pemeriksaaan,” ujar Alexander.
Baca Juga: Hasil Penilaian TWK 57 Mantan Pegawai KPK “Merah”, Polri: Kita Lihat Masa Depan Saja
“Ini sudah beberapa kali KPK berkoordinasi dengan CPIB untuk melakukan saksi maupun yang menjadi tersangka kami periksa di Kantor CPIB. Itu yang kami lakukan terkait dengan perkembangan perkara e-KTP.”
Menurut Alex, pandemi Covid-19 yang masih melanda juga menjadi kendala untuk memeriksa Paulus Tannos di Singapura. Ia pun berharap Paulus Tannos bersedia diperiksa KPK terkait kasus KTP-el.
“Mudah-mudahan kalau sudah ada tanggapan dari Paulus Tannos itu dibalas, dia mau diperiksa di mana, gitu kan, itu nanti segera kami tindak lanjuti,” ujarnya.
“Kalau dia maunya diperiksa di CPIB ya tentu kami ke sana. Apa tidak bisa dilakukan upaya paksa penahanan? Tentu kita tidak punya perjanjian ekstradisi kan dengan Pemerintah Singapura, itu yang terjadi.”
Baca Juga: Menengok Hari Terakhir Giri di KPK: Kami Sudah Melawan Sebaik-Baiknya dan Sekuat-Kuatnya
Adapun KPK terakhir kali memanggil Paulus Tannos pada Jumat (24/9/2021). Saat itu, ia dipanggil dalam kapasitasnya sebagai tersangka.
Diketahui, Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019 telah diumumkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi KTP-el.
Tiga tersangka lain itu adalah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya (ISE), anggota DPR RI 2014-2019 Miriam S Hariyani (MSH), dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP-el Husni Fahmi (HF).
Empat orang itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca Juga: Polri Sebut Rencana Perekrutan 57 Eks Pegawai KPK Bukan Skenario Jebakan
Dalam konstruksi perkaranya, KPK menjelaskan bahwa ketika proyek KTP-el dimulai pada 2011, tersangka Paulus Tannos diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor.
Selain itu, juga dengan tersangka Husni dan Isnu di sebuah ruko di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Padahal, Husni dalam hal ini adalah ketua tim teknis dan juga panitia lelang.
Pertemuan-pertemuan tersebut berlangsung kurang lebih selama 10 bulan dan menghasilkan beberapa output.
Di antaranya adalah SOP pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) di mana pada 11 Februari 2011 ditetapkan oleh Sugiharto selaku PPK Kemendagri.
Baca Juga: Masih Diabaikan, Ingat Lagi Pernyataan Lengkap Jokowi soal TWK KPK
Tersangka Paulus Tannos juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johannes Marliem, dan tersangka Isnu untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI.
Juga menyepakati fee atau ongkos sebesar lima persen sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat Kemendagri.
Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar terkait proyek KTP-el tersebut.
Baca Juga: Momen Haru! Hari Terakhir 57 Pegawai Tinggalkan Gedung Merah Putih KPK
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV/Antara